Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

December 14, 2010

Sampah Plastik…Penghancur Kehidupan

 

Penemuan minyak bumi oleh manusia, yang secara modern industri eksplorasi maupun eksplorasinya mulai muncul di pertengahan abad 19, merupakan anugerah dan juga bencana bagi manusia.

 

Begitu manusia bisa memanfaatkan minyak bumi ini sebagai bahan bakar, dan kini menjadi bahan bakar utama, kehidupan manusia berubah drastis. Industri yang menunjang kehidupan manusia berkembang pesat, dan teknologi transportasi telah memudahkan kehidupan manusia untuk berpindah tempat. Mesin-mesin yang digunakan industri dan alat-alat transportasi, seperti berlomba-lomba memanfaatkan bahan bakar fosil ini. Energi listrik yang di zaman modern ini menjadi kebutuhan pokok manusia, banyak yang dihasilkan pembangkit berbahan bakar minyak bumi ini.

 

Teknologi material pun berkembang. Material polikarbon atau yang biasa kita sebut plastik, dihasilkan dari pengolahan minyak bumi ini. Punya kelebihan mudah dibentuk, tahan terhadap lingkungan, ringan dan murah, plastik banyak menggantikan material lain yang sebelumnya didominasi logam dan material lainnya yang berasal langsung dari alam (misalnya tembikar yang berasal dari tanah liat, atau kayu yang berasal dari pepohonan). Barang-barang makin mudah dibuat dengan adanya plastik ini.

 

Namun pemanfaatan bahan bakar minyak bumi yang cenderung berlebihan ini tengah menghancurkan bumi tempat tinggal kita satu-satunya. Hasil pembakaran minyak bumi menyebabkan polusi udara, yang membahayakan kesehatan manusia, dan secara akumulatif gas-gas hasil pembakaran ini berkumpul di angkasa membentuk lapisan rumah kaca (green house effect), yang menyebabkan suhu bumi dari tahun ke tahun meningkat (global warming) yang berpotensi melumerkan lapisan salju yang selama ini abadi tersimpan di kedua kutub bumi.

 

Sementara produk-produk manusia yang menggunakan material plastik, yang saking tahannya terhadap lingkungan, tidak mengalamai degradasi oleh alam dan sama sekali tidak disukai oleh mikroorganisma pengurai/mikroba, tidak akan hancur selama berabad-abad, dan akhirnya memenuhi permukaan bumi ini. Permukaan tanah di bumi kita telah dipenuhi oleh sampah plastik, sementara sampah-sampah lainnya terutama yang berbahan organik sudah membusuk dan hancur. Sampah plastik pun telah mengotori air di sekitar kita. Di sungai-sugai banyak bertebaran sampah plastik, kotor dan menyumbat aliran air dan berpotensi memperbesar kemungkinan terjadinya banjir. Di laut pun, sampah plastik sudah sedemikan banyaknya, sehingga sebagian permukaan dan dalam samudera telah dipenuhi oleh sampah plastik. Benar-benar plastik ini membahayakan kehidupan alam lingkungan kita, dan juga makhluk hidup yang berada di sekitarnya!

 

Mungkin anda pernah mendengar bahwa ada tempat sampah plastik terbesar di dunia. Tempah sampah plastik? Terbesar di dunia?

 

Benar! Sampah-sampah dari barang-barang yang sebelumnya digunakan manusia, ada yang digunakan bertahun-tahun, beberapa lama, dan banyak juga yang hanya digunakan sesaat/sekali pakai (contohnya gelas plastik, botol plastik, piring plastik yang hanya sekali pakai) yang dibuang manusia, termasuk manusia Indonesia, hanyut terbawa air (sebagian masyarakat kita terbiasa membuang sampah di kali/sungai) dan akhirnya ke laut.

 

Dan di laut, dengan adanya arus laut dan arus samudera, sampah-sampah itu pergi melanglang samudera ke mana arus membawa mereka. Rupanya ada sebuah daerah di mana sampah-sampah itu hanya berputar-putar di tempat, dan berakumulasi sehingga membentuk tempat sampah plastik terbesar di dunia. Bagaikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bagi sampah plastik dari seluruh dunia.

Kawasan TPA plastik itu berada di tengah Samudera Pasifik. Benar-benar menakjubkan sekaligus mengerikan!

 

Kawasan Timbunan Sampah di Tengah Samudera Pasifik

Inilah timbunan sampah di tengah samudera itu!

 

Peta arah arus laut di Samudera Pasifik, yang menyebabkan sampah plastik berkumpul

Ekosistem laut dibuat rusak. Biota yang hidup di ekosistem ini mengalami gangguan, dengan berkurangnya space area kehidupan mereka, dan juga secara langsung telah menyebabkan matinya sebagian populasi kehidupan permukaan maupun bawah laut, akibat keberadaan sampah plastik ini.

 

Di bawah adalah contoh-contoh fauna yang tidak berdosa ini, yang telah menjadi korban sampah plastik di laut.

 

 

Kalau sudah begini, masih tegakah anda membuang sampah sembarangan?

Bagaimana dengan membuang sampah plastik? Itu masih menjadi pertanyaan bagi kita. Karena selama ini, kita hanya tahu, membuang sampah di tempah sampah. Titik. Habis perkara. Padahal di balik itu, masih banyak konsekuensi yang harus ditempuh dengan dibuangnya sampah plastik itu.

 

Marilah kita berbuat lebih baik untuk alam lingkungan kita! (CP, Des 2010)

 

Salam,

http://bloggercikarang.com

http://ceppi-prihadi.co.cc

 

Catatan:

Maksud hati hanya menulis tentang kantong plastik dari sebuah hypermarket sewaktu pulang belanja di sana, eh…ternyata akhirnya malah ngelantur ke minyak bumi dan timbunan sampah plastik terbesar di dunia. Tapi, nggak apa-apalah!…

Gambar-gambar saya ambil dari http://koleksigambarunik.blogspot.com, sementara tulisan ini murni apa yang mengalir dari pikiran saya.

December 7, 2010

Hindarilah Tindakan yang Membahayakan

Musibah adalah kehendak-Nya, namun kita sebagai manusia wajib berikhtiar.

 

Ikhtiar menghindari kecelakaan adalah dengan selalu berhati-hati, termasuk pada saat kita berada di jalan raya. Kecerobohan atau kekuranghati-hatian kita dalam sikap berlalu lintas berpotensi mengakibatkan kecelakaan yang bisa saja fatal, yang akan merugikan diri kita sendiri, keluarga kita, dan bisa saja orang lain.

 

Salah satu kebiasaan buruk yang sering dilakukan pasangan orang tua yang memiliki anak kecil adalah pada saat anak dan ibunya membonceng bapaknya mengendarai sepeda motor, si anak dibiarkan orang tuanya untuk berdiri di atas jok. Mungkin maksudnya adalah supaya si anak bisa dengan bebas dan lepas melihat pemandangan yang berada di depannya, tanpa terhalang oleh si bapak. Namun, sadarkah si ibu dan si bapak, bahwa tindakan itu membahayakan keselamatan mereka, terutama bagi si anak? 

 

clip_image001

Kebiasaan sehari-hari  yang tanpa disadari membahayakan

Sebenarnya contoh kebiasaan buruk tersebut bisa kita lihat sehari-hari di jalan-jalan sekitar perumahan kita. Namun saya baru berkesempatan mendapatkan fotonya baru-baru ini, kebetulan pada saat saya berada di daerah Cileungsi. Mohon maaf Bapak dan Ibu, saya telah mengambil foto tanpa izin dan dijadikan ilustrasi tulisan saya. (CP, Des 2010)

 

Salam hati-hati,

http://ceppi-prihadi.blogspot.com

December 1, 2010

Dicari sekaligus dijauhi, dibutuhkan sekaligus tidak disukai

Ada sebuah tempat yang sangat dibutuhkan dan dicari kita, khususnya jika kita sedang berada di luar rumah. Pada saat di luar rumah itu, kadang-kadang tubuh kita diberikan sinyal oleh organ tubuh kita di dalam untuk mengeluarkan sesuatu, alias membuang hajat, baik hajat kecil maupun hajat besar. Nah, untuk melakukan pembuangan hajat itu, kita yang merasa beradab dan biasa hidup bersih tentunya membutuhkan tempat khusus, yang tertutup dan tersedia air bersih. Bukan di tempat terbuka seperti di balik pohon atau pun semak-semak. Apalagi di balik mobil yang sedang parkir …hehehe…pas lagi berlangsung tiba-tiba mobilnya jalan…hiyyy…!

 

Tempat itu bernama toilet umum (public toilet). Dengan menyandang nama “umum”, penggunanya benar-benar umum, siapa pun bisa pakai. Bisa orang dewasa bisa anak-anak, bisa orang kaya bisa juga orang miskin. Biasanya tergantung lokasi di mana toilet itu berada. Toilet yang berada di hotel atau restoran berbintang, tentu penggunanya adalah orang-orang yang mampu berada di sana, yang pastinya dari kalangan berada. Sementara toilet yang berada di terminal bis antar kota, penggunanya lebih beragam.

 

Jika terdapat lebih dari satu kamar, biasanya toilet tersebut dibedakan berdasarkan jenis kelamin pengguna, laki-laki dan perempuan. Jadilah “toilet laki-laki” dan “toilet wanita”, bahkan di beberapa tempat tulisannya cukup “Men” dan “Ladies” yang mungkin sebagian dari masyarakat kita tidak begitu paham artinya, mereka hanya tahu tempat yang bertuliskan itu adalah tempat membuang hajat. Atau mungkin juga hanya simbol gambar orang dengan badan lurus dan orang dengan badan segitiga, tentu yang segitiga maksudnya adalah wanita yang diidentikkan dengan pakaian rok (padahal tidak sedikit wanita yang tidak menggunakan rok ikut masuk…hihi…).

 

Dengan status “umum” itu pula, toilet umum sangat berpotensi untuk tidak disukai karena kebersihan yang tidak terjaga dan kekurangnyamanan karena kita merasa bahwa pengguna toilet adalah banyak orang, sudah berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus orang membuang “hajat”nya ke tempat yang sama. Dengan perawatan yang kurang dari pengelola dan keragaman sikap dan perilaku orang-orang yang menggunakannya (ada yang bersih ada pula yang jorok), toilet umum bisa menjadi sarang penyakit dan sumber bau. Tidak heran, ada sebagian dari kita yang menghindari mendekati toilet umum di terminal karena tidak tahan dengan baunya, hanya lewat saja sudah tidak mau. Bahkan yang merasa ingin buang hajat pun, perasaannya itu cukup ditahan saja meskipun menyiksa diri. “Daripada mencium bau pesing WC umum bikin gue muntah, mendingan gue tahan biar pun tersiksa!” mungkin seperti itu pikiran kita yang menghindari masuk toilet umum di terminal.

 

Ya itulah, toilet umum. Dicari tetapi sekaligus dijauhi, dibutuhkan tetapi juga sekaligus tidak disukai. Namun demikitan, tetap karena toilet sangat dibutuhkan, toilet umum menjadi fasiltas yang mutlak ada di tempat-tempat umum. Di beberapa tempat seperti di rumah-rumah makan di luar kota, sering keberadaan toilet ditonjolkan, sehingga tulisan seperti “ADA TOILET” dibuat besar-besar supaya terlihat orang dair kendaraan yang sedang melaju. Di tempat keramain pun, seperti misalnya terminal atau pasar, tulisan “TOILET” biasanya bisa dibaca dari jarak cukup jauh. Tulisan yang mengundang orang agar datang ke sana. Setor hajat dan tentu setor uang kepada penjaganya.

 

Bagi seorang pengusaha yang kreatif, toilet bisa menjadi poin penarik perhatian (Point of Interest) tempat usahanya. Kebutuhan yang amat tinggi akan keberadaan toilet umum dari orang-orang yang sedang bepergian akan mudah dipicu dengan toilet yang menawarkan kelebihan dari toilet yang lain. Kelebihan itu utamanya adalah masalah kebersihan ruangan dan ketersediaan air bersih. Ditambah lagi misalnya, pengunjung toilet tidak perlu antri lama untuk mendapatkan gilirannya, itu bisa menjadi daya tarik kuat. Dengan kelebihan itu, akan lebih banyak orang datang ke tempat usaha tersebut, selain masuk dan menggunakan toilet yang tersedia, juga tentunya akan memanfaatkan produk atau layanan di sana, yang sebenarnya menjadi bisnis utama.

 

Satu model sebagai contoh, adalah toilet yang berada di SPBU MURI (Begitulah orang biasa menyebutnya), sebuah pom bensin/SPBU yang berada di Tegal, Jawa Tengah. SPBU ini sangat menonjolkan dan mempromosikan toilet andalannya, dengan adanya spanduk-spanduk bertulisankan “SPBU dengan toilet terbanyak di Indonesia”. Dengan fasilitas toilet yang terdiri dari 15 kamar mandi wanita dan 12 kamar mandi pria dan 40 urinoir yang tentunya buat pria - sehingga mendapatkan sertifikat MURI – sangat sulit mencari tempat lain, apakah itu SPBU, rumah makan ataupun rest area di jalan tol, yang bisa menjadi tandingan. Dengan jumlah kamar mandi dan urinoir sebanyak itu dijamin kita yang lagi kebelet tidak perlu berlama-lama menunggu dengan antri untuk bisa melepas hajat kita.

 

Dengan daya tarik toilet seperti itu, orang-orang yang sedang melakukan perjalanan jauh yang melewati daerah Tegal, akan tertarik dengan kuat untuk mampir di SPBU ini untuk melepaskan hajatnya. Dan biasanya, tidak hanya sekedar itu, setelahnya mereka akan sekalian mengisi bahan bakar kendaraannya. Juga membeli sesuatu di mini market atau makan dan minum di cafetaria yang tersedia di lokasi SPBU ini. Satu terobosan yang patut ditiru oleh para pengusaha lain!

 

toilet spbu muri

Terlihat deretan urinoir yg berada di dalam toilet pria di SPBU Muri Tegal.

 

Anda para wanita cukup melihat foto ini saja karena tentunya anda tidak boleh masuk ke dalamnya. Sayangnya tidak terlihat seorang pun laki-laki yang sedang memanfaatkan urinoir ini...hehehe..(nggak sopan lagi, kalau ada orangnya).

 

Berbicara soal lain yang masih berhubungan dengan toilet, saya pernah masuk ke  toilet di sebuah perusahaan di sebuah kawasan industri. Pada saat saya melaksanakan BAK, perhatian saya tertuju pada kertas bertuliskan informasi, di atas urinoir pada dinding di depan saya. Informasinya adalah “Kenali Kesehatan Anda Lewat Warna Air Seni”, yang menurut saya cukup bermanfaat. Informasi mengenai kesehatan yang berhubungan dengan air seni, sangat relevan dengan lokasi toilet di mana orang yang membacanya, bisa langsung memperhatikan/mempraktekkan apa yang ditulis di informasi tersebut.

 

air seni anda

Kenali Kesehatan Anda Lewat Warna Air Seni

 

Kebetulan toilet tersebut memang toilet perusahaan, jadi tentunya pihak manajemen perusahaan bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kesehatan para karyawannya. Tapi tidak tertutup kemungkinan, bisa juga manajemen mengkampanyekan program-program perusahaan dengan menempelkan informasi di dinding toilet, yang sangat mudah terbaca.

 

Keterekposan sebuah toilet umum terhadap pengunjung, dengan tingkat kunjungan yang cukup tinggi dari para pembuang hajat, sebenarnya menjadi potensi bagi pengelola toilet untuk membuka lahan bagi dipasangnya iklan produk atau layanan dalam bentuk poster atau pamflet yang bisa dipasang di dinding toilet. Saya pernah menemukan iklan di atas urinoir, untuk produk obat penyakit ginjal. Sangat relevan! Tetapi menurut saya, tidak hanya yang berhubungan dengan hajat-hajatan saja iklan ini, produk atau layanan lain pun tidak masalah. Orang pasti akan membacanya. Dan ini akan menjadi tambahan pemasukan bagi pengelola toilet, dari jasa pemasangan iklan. Ide bagus bukan?

 

Satu lagi mengenai toilet yang ingin saya ungkapkan, yaitu ketersediaan sarana buang air yang memadai dan bisa termanfaatkan oleh pengunjung. Untuk buang air kecil, biasanya tersedia urinoir yang lebih praktis, ketimbang kloset yang membutuhkan ember atau bak plus gayungnya. Dengan catatan, air pembilas selalu mengalir dengan pancaran yang normal. (Kalau muncrat, air kotor bisa kena celana kita…najis deh!…Apalagi kalau membuat celana kita basah di bagian persimpangan. Alamat buruk! Bisa kayak Mr. Bean kita.)

 

Untuk buang air besar, tersedia kloset jongkok atau pun kloset duduk. Repotnya, orang kita banyak yang tidak terbiasa dengan kloset duduk, dan mereka tetap jongkok di atas kloset duduk dengan menggunakan alas kaki. Sayang bukan? Dan tentunya kloset akan menjadi kotor. Saya pribadi pun, kurang nyaman untuk duduk di kloset duduk toilet umum, mengingat sikap orang kita yang sering seenaknya, ditambah petugas kebersihan yang kurang disiplin menjalan tugasnya merawat toilet.

Yang lebih parah lagi adalah toilet kering, di mana kita tidak bisa mendapatkan air untuk membersihkan badan selepas buang hajat. Memang disediakan tissue gulung untuk membersihkan, tetapi berapa orang sih orang Indonesia yang mau “cebok” hanya dengan menggunakan tissue. Ogah ah!…

Jadi hal ini harus dipikirkan oleh para pengusaha hotel, tempat hiburan umum, restoran/rumah makan dan tempat-tempat umum lainnya sebelum membangun toilet umum. Jangan sampai, toilet yang ada tidak benar penggunaannya. Nantinya cepat kotor atau pun rusak. Fasilitas toilet tidak perlu terlalu modern, yang penting selalu bersih.

 

Mengenai urinoir, sering dilupakan oleh yang membangun toilet, adanya urinoir untuk anak-anak. Tinggi urinoir umumnya disesuaikan untuk orang dewasa, sehingga pada saat anak-anak menggunakannya, mereka mengalami kesulitan. Masak sih kita orang tuanya harus menggendongnya pada saat mereka “pipis”! Capek deh…

Saya akan sangat berterima kasih jika sebuah toilet menyediakan urinoir khusus anak-anak ini. Anak-anak kan butuh buang air kecil juga! Dan biarkan mereka melakukannya sendiri.

 

urinoir

Urinoir khusus anak-anak, di toilet sebuah bioskop. Anda yang dewasa, gak boleh di situ!…hehehe…

Ayo dong, para pengusaha!. Buatlah toilet menjadi daya tarik tempat usaha anda. Dengan menawarkan kelebihan toilet di tempat usaha anda, niscaya usaha anda akan lebih maju dan makin banyak dikunjungi orang. (CP, Des 2010)

 

 

Salam Toilet,

http://ceppi-prihadi.blogspot.com

http://bloggercikarang.com

November 27, 2010

Sega Jamblang, Makanan Khas Paling Populer di Cirebon

Kalaulah ada satu soal dalam acara Super Family, kuis keluarga di sebuah stasiun televisi, berbunyi:

"Makanan khas apa yang paling populer di kota Cirebon?"
Saya yakin sekali bahwa jawaban nomor 1 adalah "Nasi Jamblang".
 
Nasi Jamblang? Nasi apaan tuh? Untuk anda yang berasal dari daerah sana, tentunya sangat tidak asing lagi dengan makanan ini. Juga bagi anda yang pernah mengunjungi kota yang dijuluki Kota Udang dan Kota Wali ini, tentu juga pernah mendengar atau bahkan mencicipi makanan khas yang amat populer ini.
 
Salah satu makanan khas yang paling populer di Cirebon adalah Sega Jamblang atau Nasi Jamblang. Nama Jamblang sendiri berasal dari nama sebuah desa asal para pedagang makanan tersebut (dilewati kalau kita pergi dari Bandung ke Cirebon lewat Sumedang), dulunya. (Ada hubungannya dengan buah jamblang tidak ya? Wah, yang itu saya tidak tahu!)
Konon ceritanya, pada zaman penjajahan Belanda dulu nasi jamblang disediakan untuk para pekerja paksa proyek pembangunan Jalan Raya Pos yang menghubungkan Bandung dengan Cirebon pada masa gubernur jendral Daendels.

Ciri khas nasi ini, yang membedakan dengan makanan dari daerah lain, adalah digunakannya daun jati untuk membungkus nasinya. (Seingat saya, dulu juga daun jati digunakan untuk membungkus daging. Sekarang masih ada nggak ya?)
Lauk-pauknya terdiri dari tahu tempe, paru-paru, semur ati atau daging, 'balakutak' (cumi-cumi yang dimasak dengan 'tinta'-nya), perkedel, sate kentang, sate telur puyuh, sate usus, telur dadar, telur sambal goreng, sambal goreng cabe, dan lain-lain.
Untuk anda yang belum tahu atau melihat nasi jamblang ini, gambarannya adalah nasi kucing yang dijajakan angkringan yang menjamur di daerah kita. Mirip-mirip lah! Hanya ya itu, rasanya berbeda. Daun jati dan sambal goreng cabenya yang membuatnya berbeda.
 
Warung nasi jamblang yang tersohor adalah yang dimiliki oleh Mang Dul. Benar-benar terkenal, bahkan nama ini diidentikkan dengan nasi jamblang Cirebon. Lokasinya adalah di jalan Gunung Sari (bukan Gunung Sahari-nya ya!) Cirebon, tidak jauh dari Grage Mall, sebuah mal yang pasti dikenal oleh semua warga Cirebon.
Orang-orang bilang warung Mang Dul ini sering didatangi pejabat-pejabat pemerintahan Cirebon baik yang dulu maupun yang sekarang, untuk makan tentunya .. hehehe ... bukan untuk inspeksi. Bahkan, selebritis ibukota pun banyak yang pernah singgah di warung ini, termasuk saya...hahaha....
 
Dengan jam operasional dari jam 05.00 hingga sekitar jam 14.00 warung Mang Dul yang menyajikan menu yang beraneka ragam dengan harga relatif terjangkau, menjadi magnet kuat bagi perut pelancong yang sedang berada di kota pelabuhan di ujung timur Jawa Barat ini.
 

1gragemal

Warung Nasi Jamblang Mang Dul...tersohor ke seluruh Cirebon


Kalau mau ke tempat Mang Dul, patokannya adalah Grage Mall. Sebutlah Grage Mall kepada seseorang yang anda tanya, maka dia dengan mudah bisa menunjukkan arahnya kepada anda. Dan letak warung Mang Dul ini adalah di seberah jalan arah timur dari mal ini.
 

1mangdul

Pusat Perbelanjaan Grage Mall
 
Sekedar informasi, Grage Mall ...setahu saya... adalah mal pertama yang dibangun di kota Cirebon. Bagi anda yang bukan orang Cirebon jangan sekali-sekali bingung melafalkan "Grage" ini. Baca saja apa adanya, yaitu "grage" karena kata ini bukanlah nama dari bahasa asing, bahasa Perancis maupun Jerman ataupun yang lain. Bukan! "Grage" ini berasal dari istilah "Garage" dalam bahasa Belanda yang berarti garasi, namun sudah menjadi nama sebuah daerah di kota Cirebon. Memang dulunya, saya pernah dengar dari bapak saya almarhum, ada garasi/pool bis di sekitar itu sehingga orang Cirebon menyebut daerah itu Grage. Dan setelah seorang pengusaha pribumi asal Cirebon menyulap area yang tadinya berupa stadion dan kolam renang menjadi sebuah pusat perbelanjaan dan hotel berkelas internasional, nama Grage menjadi identik dengan Mal Grage atau Grage Mall, sekaligus menjadi salah satu landmark kota Cirebon.
Lucu dan unik sekaligus nama itu.

 

nasi-jamblang-mang-dul

Inilah ilustrasi nasi jamblang dari Mang Dul. Terlihat enak dan nikmat bukan? (foto bukan hasil bidikan saya, melainkan dari sini)
 
Nyam..nyam..nyam…maknyos…tangan kiri memegang piring dengan nasi beralaskan daun jati, dan tangan kanan mengambil nasi plus lauk dan memasukkannya ke dalam mulut kita….hap!

Tampaknya, tidak jauh dengan nasi kucing bukan? Hanya daun jati itu membuat nasinya wangi khas dan lebih awet segarnya.
 
Anda yang mau pergi ke arah Jawa Tengah ataupun Jawa Timur lewat Pantura atau pun dalam perjalanan pulangnya, sekali-sekali sempatkanlah mampir di kota kuliner Cirebon, untuk menikmati Nasi Jamblang ini. Tidak akan menyesal deh!
Selain di Warung Mang Dul, kita juga bisa menikmati nasi jamblang Pelabuhan di dekat Pelabuhan Cirebon, yang kata sebagian orang, lebih mantap sambalnya. Sayangnya, saya belum sempat ke sana sehingga belum bisa memberikan referensi.

 

 

Salam Kuliner,

http://ceppi-prihadi.blogspot.com

http://bloggercikarang.com

November 12, 2010

Mesjid Menara Kudus

(Masih Cerita Tentang Pengalaman Mudik Lebaran Lalu)

Selepas mengunjungi Mesjid Agung Demak, kami sempat pula berkunjung ke Mesjid Menara Kudus di Kudus, sekitar 58 km dari Semarang ke arah timur. Unik ya namanya? Memang, sesuai dengan namanya, mesjid ini punya keunikan berupa menara mesjid tersebut. Menara yang bukan sembarang menara, melainkan menara mesjid yang berbentuk serupa dengan bangunan candi. Jarang mesjid yang punya menara seperti ini, bahkan mungkin hanya ada satu-satunya di Indonesia!

Mesjid yang dibangun oleh Ja'far Shodiq -- seorang wali dari Walisongo yang pengaruhnya amat besar di seantero Kudus, sehingga orang lebih mengenalnya sebagai Sunan Kudus -- pada abad ke 16 ini merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang amat sangat berharga, sebagai bukti proses penyebaran Islam di Tanah Jawa. Bentuk Mesjid Menara Kudus menjadi bukti, bagaimana perpaduan antara kebudayaan Islam dan kebudayaan Hindu telah menghasilkan sebuah bangunan yang tergolong unik dan bergaya arsitektur tinggi. Sebuah bangunan masjid, namun dengan menara dalam bentuk candi dan berbagai ornamen lain yang bergaya Hindu.

Keunikan dan nilai historis yang tinggi dari Mesjid Menara Kudus inilah yang menarik minat para wisatawan religi maupun wisatawan umum untuk mengunjunginya.

Menara Mesjid yang Berbentuk Candi


Kebesaran hati dan kearifan para wali semasa awal-awal penyebaran agama Islam di pulau Jawa, pada abad 15 dan 16, tercermin pula pada sikap Sunan Kudus yang melakukan pendekatan budaya kepada masyarakat sekitar Kudus yang saat itu umumnya menganut agama Hindu. Cara pendekatan itulah yang telah menghasilkan sebuah mesjid dibangun dengan kelengkapan menara berbentuk candi. Masyarakat Kudus tidak pernah merasa dipaksa untuk memeluk Islam, mereka dengan kesadaran sendiri dengan sukarela meninggalkan agama lamanya lalu memeluk agama Islam di bawah bimbingan sang Sunan.

Sebagai penghormatan kepada masyarakat Kudus saat itu, Sunan Kudus mengeluarkan larangan kepada umat Islam untuk menyembelih sapi, karena memang sapi adalah binatang yang dianggap suci oleh umat Hindu. Sebagai penggantinya, penduduk menyembelih kerbau untuk dimakan dagingnya. Hingga sekarang, anjuran itu tetap dijalankan oleh sebagian besar warga Kudus, sehingga tidak heran agak susah kita yang datang ke kota ini untuk mendapatkan masakan dari daging sapi.
Jika kita berjalan-jalan di kota Kudus, anda bisa mencoba mencicipi sate kerbau, sebagai salah satu makanan khas Kudus. Mau coba? Makan daging binatang yang biasa dipakai membajak sawah itu?...hehehe...datang saja ke Kudus!
Kalau saya sih, berhubung ke sana beserta anak istri, tentunya tidak bisa mencoba karena mereka sama sekali tidak tertarik. Apalagi anak saya Sasha yang cuma mengenal daging cuma daging ayam!

Dari arah Demak, menjelang masuk kota Kudus kami mengikuti arah ke dalam kota, karena jika kita bermaksud ke arah kota Pati, kita bisa menggunakan jalan bypass yang tidak memasuki kota. Memasuki kotanya, di setiap petunjuk jalan, selalu ada tulisan "Mesjid Menara" sehingga kami terus mengikutinya.
Kota Kudus terlihat bersih dan asri, sepertinya cukup nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Di kota inilah markas PB Djarum berada, sebuah organisasi pelatihan olahraga bulutangkis yang sudah menyumbangkan pemain-pemain bulutangkis berkaliber nasional maupun internasional! Sebagai kota industri rokok, di mana-mana terlihat baliho yang bertuliskan merek-merek rokok, termasuk merek yang jarang kita dengar dan kita lihat. Apalagi untuk saya yang bukan perokok.

Kami kehilangan arah saat kami merasa sudah dekat dengan mesjid tersebut karena tidak ada petunjuk jalan lagi. Akhirnya dengan mengira-ngira, kami tidak sengaja melewatinya. Tempatnya dekat pasar dan perkampungan penduduk yang cukup padat. Tempat parkir pun bisa dibilang tidak ada. Kita paling parkir di sekitar pasar di depan toko-toko yang ada. Kami tidak kebagian parkir di sekitar itu, hingga akhirnya kami dapatkan satu lahan parkir yang sepertinya merupakan bagian dari terminal angkot. Alhamdulillah! Nggak apa-apa deh, jalan agak jauh. Yang penting parkirnya aman ada yang jaga.

Rupa depan mesjid
 


Mendekati mesjid, kami merasakan suasana yang makin ramai, keramaian pasar bercampur dengan keramaian pengunjung mesjid. Lebih dari sepuluh tahun yang lalu saya pernah mengunjungi mesjid ini, rasanya hingga sekarang tidak banyak yang berubah. Hanya sekarang terasa lebih ramai, terutama di jalan depan halaman mesjid. Sementara di bagian dalam, mesjid masih terlihat anggun dan indah. Menara yang berbentuk candi yang berada di sebelah kiri depan mesjid juga masih tetap tegar berdiri kokoh seolah-olah menjadi pengawal bagi mesjid tersebut.

Gerbang menuju menara dari sebelah kiri

Gerbang tengah difoto dari arah dalam

Suasana lingkungan di depan mesjid. Ramai!

Kalau saja tempat ini ditata dengan lebih baik, misalnya pasar dan perumahan di sekitar Mesjid itu direlokasi dan menjadi lahan kosong...mungkin keindahan dan keagungan mesjid ini akan lebih bisa terlihat dan dirasakan. Cuma susah ya di kita! Masyarakat yang sudah menikmati rizki dari keberadaan mesjid itu tentunya tidak mau dipindahkan begitu saja menjauh dari mesjid.
(Saya jadi ingat Mesjid Agung Bandung yang dikepung pertokoan dan tempat hiburan lain selama puluhan tahun. Dengan biaya yang cukup besar, akhirnya toko-toko di sekitar dibeli oleh pemda dan mesjid bisa diperluas. Tapi tetap saja masih kurang afdol karena tidak punya pandangan yang luas ...berbeda misalnya jika dibandingkan dengan Mesjid Agung Jawa Tengah yang memang dibangun baru)

Bagaimana bagian dalam mesjid tersebut? Mari kita tengok sedikit.
Saya, sesaat kami selesai mengikuti sholat Dhuhur berjamaah, menyempatkan diri untuk mengamat-amati dan mengambil beberapa foto bagian dalam mesjid. Sepintas interior mesjid tidak mencirikan bahwa mesjid tersebut sudah berumur ratusan tahun. Beda dibandingkan dengan interior Mesjid Agung Demak yang sebelumnya kami kunjungi!
Namun...ada sesuatu yang membuatnya beda dan terlihat unik. Yaitu adanya sebentuk gapura (atau menara mini ya?) dengan gaya candi di bagian belakang tengah.


Di tengah ruangan mesjid agak ke belakang, terdapat pula gapura/menara dengan gaya candi.

Bagian depan ruangan mesjid, tidak terlalu terlihat sebagai mesjid yang sudah ratusan tahun umurnya.

Sayang, saya tidak bisa memastikan keberadaan batu bertulis di bagian depan ruangan mesjid, yang konon kabarnya batu tersebut berasal dari Baitulmakdis ( Al Quds ) di Yerussalem - Palestina. Dari kata Baitulmakdis itulah nama Kudus, yang artinya suci, berasal.

Andra dan Sasha di teras mesjid

Sayang kedua, karena kami berencana meneruskan perjalanan ke Yogya, kami tidak sempat ke bagian belakang mesjid. Di sana, terdapat kompleks makam Sunan Kudus dan keluarga serta beberapa bangunan yang berkait erat dengan kehidupan Sunan.

Bangunan toko-toko di sekitar mesjid, dengan gaya arsitektur lama.

Sebelum kembali ke tempat parkir, kami sempat membeli sedikit oleh-oleh di sebuah toko di antara deretan toko-toko seperti yang ditunjukkan foto di atas. Oleh-oleh yang khas? Tentu saja salah satunya adalah Jenang Kudus, yang kami beli karena diminta Andra, untuk diberikan kepada sahabat yang akan dikunjunginya di Kota Gudeg, yaitu Lilo putera Pak Eko SHP.

Eh...karena lapar kami mampir di sebuah warung bakso sekitar situ, makan bakso malang dulu. Terasa murah juga, semangkuk bakso hanya 5 ribu rupiah dan ...masak es jeruk cuma 2000 rupiah!....hehehe...kalau saja ada di daerah tempat tinggl kita.

Ada Bakso Malang di Kudus ini. Murah lagi!

Ini yang foto si Andra. Agak blurr karena goyang!

Perut lapar...makan bakso malang ini sangat nikmat!...Nyam.nyam.nyam...

Sewaktu perjalanan pulang, kami baru menyadari bahwa ternyata letak mesjid ini tidaklah begitu jauh dari Alun-alun Kudus. Kok tadi waktu berangkat sempat kehilangan petunjuk ya? (CP, Okt 2010)

November 9, 2010

Tukang Jamu Gendong...B4W!

Anda semua pasti mengenal yang disebut jamu. Ya, jamu yang terbuat dari bahan-bahan tradisional di lingkungan sekitar kita, seperti beras kencur, kunyit, temulawak, jahe, dan rempah-rempah lainnya, merupakan warisan leluhur nenek moyang kita, yang harus dijaga dan dilestarikan.

Khasiat jamu bukan saja untuk menjaga kesehatan, namun bisa sebagai penjaga kebugaran tubuh kita serta untuk kaum wanita, berguna pula untuk menjaga dan menambah kecantikan.

Anda suka minum jamu?
Kalau suka, bagaimana anda meminum jamu tersebut? Meramu dan meracik sendiri? Menyeduh dari jamu kemasan yang banyak dijual di supermarket-supermarket? Atau anda datang ke salah satu tenda penjual jamu dan memesannya?

Atau anda membelinya dari tukang jamu keliling alias tukang jamu gendong?

Ya...tukang jamu gendong merupakan ujung tombak para pengusaha jamu dalam menjajakan produk kesehatan tradisional ini langsung ke masyarakat, langsung ke depan kita, ke dalam halaman rumah kita.

Tukang jamu gendong yang pada umumnya ibu-ibu, ada juga sebagian yang masih gadis, terlihat begitu kuat dan perkasanya menjalankan keseharian tugasnya. Dari satu kampung ke kampung lain, mereka berjalan kaki menapaki jalan menyusuri satu per satu rumah-rumah, menjajakan dagangannya sambil menggendong bakul berisi botol-botol jamu dan menenteng ember kecil berisi air untuk mencuci gelas. Tanpa lelah dan tanpa mengenal waktu, mereka baru pulang setelah dagangan mereka habis.

Menjadi tukang jamu memang bukan pilihan, tetapi menjaga keberlangsungan hidup mereka dan keluarganya merupakan keharusan yang tidak bisa dibantah. Dan, tetap menekuni profesi sebagai tukang jamu gendong adalah pilihan tepat bagi kehidupan mereka.

Memang berat ketika memutuskan menjadi tukang jamu gendong, mereka harus bertahan dan eksis walaupun harus bergelut dengan berbagai tekanan ekonomi yang semakin berat ini.

Mereka harus tetap eksis walaupun suasana masyarakat sudah berubah, di mana teknologi dan gaya hidup modern telah menciptakan obat-obatan dan makanan minuman suplemen kesehatan yang lebih menawarkan kepraktisan dan prestise.

Mereka juga harus tetap eksis meskipun ada isu menerjang, yang mengatakan bahwa jamu yang mereka jual mengandung bahan-bahan kimia dari obat-obatan modern. Ahh...itu tingkah laku oknum...yang di masyarakat kita memang selalu ada orang mencari keuntungan di tengah ketidaktahuan orang!

Satu hal, mereka tidak boleh ciut hati dan surut langkah yang harus diayunkan. Kerja harus tetap berlanjut dengan menunjukkan kualitas produk yang mereka jajakan dan servis senyuman manis kepada pelanggan.

Ada yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat sekarang yang butuh lebih cepat, praktis dan tidak ingin serba ribet. Juga area pasar yang semakin luas dengan tingkat persaingan yang lebih tinggi.

 Kecepatan dan mobilitaslah kuncinya. Berjalan kaki mungkin dianggap kurang bisa menjangkau daerah pemasaran yang lebih luas dan kelompok masyarakat yang beragam. Untuk itu, sebagian dari tukang jamu gendong ini, bertransformasi menjadi tukang jamu beralat transportasi. Sepeda menjadi pilihan alat mobilitas yang dibutuhkan mereka dalam membantu mereka menjaga eksistensi mereka di tengah-tengah persaingan kehidupan modern. Ekonomis, sehat dan ramah lingkungan! Ya, sepeda...! Satu semangat dengan produk yang mereka buat dan mereka jual.


Dari jamu gendong bertransformasi menjadi jamu sepeda...


Yaa...sepedalah alat bantu mereka. Jadilah sepeda buat mereka alat kerja yang amat vital.

Bukan B2W, melainkan B4W!

Bike for work...bahkan juga mungkin ...Bike for Life! Sepeda dan jamu itu menjadi jalan hidup mereka.

Salam,

--
Ceppi Prihadi
http://ceppi-prihadi.blogspot.com

November 8, 2010

Pilih Mana: Original Atau Isi Ulang?

“Menjawab Kebutuhan Konsumen di Tanah Air”

Begitulah judul iklan sebuah printer dengan merek ternama E**** di surat kabar, sehubungan dengan diluncurkannya dua produk barunya, yang mengusung fitur “branded ink tank system”. Fitur ini digadang-gadang akan menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat Indonesia, yang merindukan printer dengan biaya pencetakan serendah mungkin. Bayangkan, hanya dengan harga Rp 55.000 per botol (dan kita perlu membeli 3 botol tinta warna C, M, dan Y serta 3 botol tinta hitam), jumlah lembar pencetakan yang bisa dihasilkan mencapai 12.000 hitam putih dan 6500 berwarna, berdasarkan tes yang dilakukan produsen printer tersebut.

Produsen printer tersebut, mengklaim telah memelopori hadirnya printer dengan sistem tanki, pertama di dunia, uniknya didesain untuk pasar Indonesia (hihihi...kasihan banget Indonesia...tapi sekaligus membanggakan terpilih jadi pasar utama), dengan nama E**** Original Ink Tanks. Dengan sistem ini, diharapkan biaya pencetakan per halaman akan menjadi sangat ekonomis. Berapa sih per lembarnya?


Original Ink Tanks System, yang mereduksi biaya pencetakan


Katanya, Rp 14 per halaman dokumen hitam-putih dan Rp 25 untuk halaman dokumen berwarna. Memang cukup murah! Coba kita bayangkan, mengeprint di rental atau warnet selembarnya kan bisa Rp 2000.

Dengan sistem tanki original ini, pengisian ulang akan terjamin bebas dari kebocoran, terhindar dari penyumbatan tinta dan kemacetan kertas, serta garansi resmi yang tetap berlaku dari sang produsen.

Satu terobosan produsen printer yang benar-benar ditunggu konsumen pengguna printer, khususnya di Indonesia, yang selama ini dipusingkan pada pilihan antara menggunakan tinta original yang harganya setinggi langit namun dipaksa-paksakan dibeli supaya garansi tidak hilang, dengan kebutuhan mendapatkan biaya pencetakan yang ekonomis namun dengan resiko garansi terhadap printer tersebut menjadi hangus.

Terobosan yang sebenarnya datang terlambat, mengingat realitanya, sudah banyak pengguna printer di kita menggunakan berbagai cara untuk berhemat. Mulai dari menyuntik diri sendiri (huahaha...emangnya narkotika!), eh menyuntik sendiri untuk isi ulang, membawanya ke outlet-outlet isi ulang yang banyak tersebar di kita, menggunakan ink cartridge pihak ketiga/kompatibel atau pun membuat “ink tank system” sendiri yang sering disebut “sistem infus” dengan selang sambungan yang terlihat bagaikan usus panjang menjalar dari dalam printer ke tanki-tanki tinta yang berada di luar. Berbagai kreativitas dari anak bangsa untuk mengakali dominasi produsen printer terhadap ketergantungan tinta dengan merek yang sama, dengan semangat independensi yang sulit ditandingi oleh para produsen printer yang notabene sebenarnya adalah penjual tinta printer.

Printer dengan sistem infus

Namun tetap usaha produsen yang satu ini patut kita hargai, dan besar harapan kita sebagai pengguna komputer dan pengguna printer, sistem ini bisa diterapkan di berbagai jajaran produk lain dari produsen printer tersebut. Kalau perlu, botol yang sekarang dipakai diperbesar lagi dengan harga yang tetap. Harga komputer dari tahun ke tahun makin murah, masak harga tinta dari dulu hingga sekarang tidak turun-turun?

Para pebisnis SOHO, silakan berhitung-hitung. Mana lebih ekonomis sistem yang biasa anda pakai dengan sistem baru produsen ini?

Buat pengguna rumahan dan kantoran, tetaplah “think before you print!”, jangan sembarang mengeprint terus setelah itu kertasnya anda remas-remas dan anda buang.

Sayangilah uang anda! (Sayangi bumi anda!)

CP, Nov 2010

November 7, 2010

Umami...rasa kelima di lidah kita

Anda pernah mendengar istilah "umami"?

Mungkin tidak pernah ya, dan memang saya sendiri pun baru mengetahui istilah ini dari iklan sebuah produk penyedap masakan A********. Menurut tulisan yang ada di iklan pada sebuah tabloid ini (kalau tidak salah iklannya di televisi pun menyinggung istilah "umami" ini namun tidak menjelaskannya lebih detil) "umami" adalah rasa dasar kelima setelah manis, pahit, asin dan masam. Dan klaim produk tersebut, rasa "umami" terdapat padanya.

Memangnya benar ada rasa kelima ini?

Istilah umami sendiri berasal dari bahasa Jepang, “umai” yang artinya savoury, deliciousness, atau brothy. Rasa umami dominan pada lezatnya rasa kaldu.

Para 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor dari Universitas Tokyo meneliti lebih jauh tentang rasa umami. Ikeda berhasil menemukan glutamat sebagai sumber rasa umami dari kaldu rumput laut (kombu). Profesor Ikeda meyakini bahwa rasa umami berbeda dari empat rasa dasar yang telah dikenal sebelumnya. Pada akhirnya, rasa umami diakui dunia sebagai rasa dasar ke-5, tepatnya pada 1980-an.


“Kalau kita coba mencicip, menikmati pelan-pelan, lalu mengunyah makanan, sebenarnya ada rasa lain, lebih dari sekadar empat rasa. Ada kelas sendiri yang tidak bisa dikategorikan,” kata seorang ahli pangan dan gizi dari Institut Pertanian Bogor, Purwiyatno Hariyadi MSc PhD.

Rasa umami bisa didapat dari bahan-bahan makan yang ada di sekitar kita, seperti tempe, keju, terasi, ikan, daging, susu dan bahan-bahan lain yang mengandung glutamat, termasuk bumbu penyedap rasa (Monosodium Glutamat/MSG).

Jadi terlepas dari apakah MSG itu berbahaya bagi kesehatan atau tidak, umami sudah menjadi pelengkap dari rasa yang sudah dikenal lidah kita. Dan di negeri Jepang sendiri, umami ini dipelajari secara khusus sehingga ada badan khusus yang disebut Pusat Informasi Umami (Umami Information Center). Mereka meyakini selain memberi kelezatan pada masakan, rasa umami juga bermanfaat mendorong masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang lebih bernutrisi. Wah...begitu ya pentingnya rasa umami itu!

Hehehe...itu mah rasa gurih atuh. Rasa gurih memang yang membuat makanan kita lebih terasa nikmat dimakannya. (CP Nov 2010)


September 25, 2010

Oleh-oleh Mudik (4): Mesjid Agung Demak


Salah satu peninggalan sejarah Islam di Jawa Tengah yang sangat berharga dan terkenal adalah Mesjid Agung Demak di kota Demak. Didirikan pada abad 15, sampai kini mesjid tersebut masih berdiri kokoh, dan menjadi satu objek wisata religi yang banyak dikunjungi para peziarah serta wisatawan.
Mesjid yang merupakan salah satu mesjid tertua di Pulau Jawa ini, disebut mesjid-nya para Wali karena pembangunannya, konon, melibatkan seluruh wali dari Walisongo yang ada!

Kami sekeluarga, pada libur lebaran kemarin, sebelum berangkat dari Semarang ke Yogya, menyempatkan terlebih dahulu berkunjung ke mesjid ini. Tinggal mengikuti Jalan Raya Semarang – Demak dari tempat tinggal kakek neneknya anak-anak di daerah Genuk, kita bisa membesut kendaraan kita dengan cukup cepat dan nyaman karena jalan jalur pantura tersebut sudah memenuhi standar pantura dengan 2 jalur yang dipisahkan median di tengahnya dengan aspal yang masih terhitung mulus. Berada di depan alun-alun Kota Demak, mesjid tersebut bisa kami capai sekitar 30 menit dari perbatasan Semarang - Demak.

Tiba di lokasi mesjid yang berada di sisi barat alun-alun, kita bisa memarkir kendaraan di pinggir jalan tidak jauh dari mesjid. Begitu kendaraan kami mendekat, sudah ada tukang parkir yang menyambut kita. Dari tempat kita parkir saja, sudah terasa keramaiannya dengan banyaknya tenda-tenda dan gerobak pedagang yang bertebaran di depan pagar mesjid.
Pada saat masuk halaman mesjid, ada seorang bapak-bapak yang menyambut saya -- anak-anak dan istri saya sudah masuk terlebih dahulu -- dan menunjukkan tempat untuk menaruh sandal, lalu setelah itu dia mengulurkan tangan memberikan sebuah buku berukuran kecil. Buku apa ya? Oooh...ternyata buku tentang sejarah mesjid tersebut.

Jika anda mengalami seperti saya, ditawari buku pada saat baru masuk halaman mesjid, silakan diambil jika anda berniat memberi bapak tersebut sejumlah uang. Namun jika anda tidak mau memberinya, lebih baik ditolak saja dengan halus, karena biasanya mereka agak memaksa.
Kalau kita bermaksud menyumbang infaq/shodaqoh, di beberapa tempat dalam mesjid terdapat kotak infaq. Yang itu, pasti pengelolaannya di bawah tanggung jawab DKM.

Bangunan Mesjid Agung Demak itu terlihat megah, artistik, terkesan antik dan terlihat nilai historisnya. Atapnya berbentuk undakan yang khas arsitektur asli Indonesia. Bentuk limas dengan 3 undakan itu, katanya, melambangkan Iman, Islam dan Ihsan. Sementara di sebelah kanan bangunan mesjid terdapat bangunan lain yang merupakan museum berisikan benda-benda bersejarah yang terkait dengan mesjid ini. Di antara bangunan mesjid dan museum, ada gerbang menuju ke halaman belakang. Di belakang, adalah kompleks makam raja-raja dari kesultanan Demak dulu.

Teras mesjid yang cukup luas dinaungi atap sehingga menjadi berupa sebuah bangsal. Teduh terasa, dan lantai keramik yang dingin menjadikan kita cukup nyaman untuk duduk-duduk istirahat di sana, bahkan ada yang berbaring. Apalagi bagi pengunjung yang berasal dari tempat jauh!

Suasana di bangsal depan mesjid, banyak pengunjung duduk-duduk beristirahat bahkan tiduran untuk melepas lelah.

Beduk yang berada di bangsal

Pintu tengah/utama dari mesjid ini, di atasnya terdapat bentuk mangkuk (?) bertuliskan huruf Jawa (ada yang bisa baca?)


Di dalam mesjid, terdapat tiang pilar utama berjumlah empat yang menopang atap berundak tadi, berupa kayu jati bulat utuh yang disebut sokoguru. Ini tidak asli, sudah berganti dari aslinya. Yang aslinya, katanya, berupa kayu-kayu kecil diikat menjadi satu dan diberdirikan sebagai tiang. Dan yang menberdirikannya adalah para wali sendiri, ada 4 orang wali. Dengan kokohnya, selama ratusan tahun menyangga atap mesjid, hingga pada tahun 1980-an diganti dengan tiang baru, karena keropos termakan usia.
Kini, tiang kayu lamanya masih ada dan ditaruh di museum di samping mesjid. Sementara, sokoguru yang baru pun terlihat sangat kokoh dan bisa kita saksikan pada saat kita berada di dalam mesjid. Mudah-mudahan, mereka pun sanggup bertugas selama ratusan tahun, seperti halnya sokoguru yang asli.

Keempat soko guru penopang atap mesjid. Satu sokoguru, saya ambil fotonya dari lantai hingga ke atap. Benar-benar kokoh!


Di halaman mesjid, kita bisa mendapatkan sebuah jam yang memanfaatkan matahari sebagai penunjuk waktunya. Termasuk juga arah kiblat bisa ditentukan lewat jam ini. Namun, tidak ada keterangan, kapan jam matahari ini dibuat. Anak-anak merasa senang, karena selama ini mengenal jam matahari hanya lewat buku atau majalah. Kali ini mereka bisa melihatnya langsung.

Jam matahari dan penunjuk arah kiblat. Sasha anak saya berusaha membaca jam berapa saat itu.
Tidak jauh dari jam matahari tersebut, ada sebuah area berpagar dengan papan nama bertuliskan "Situs Kolam Wudlu". Mungkin dulunya orang-orang yang bermaksud sholat di mesjid, mengambil air wudlu-nya di kolam ini ya!

Situs kolam wudhu. Namun sudah tidak dipakai lagi.

Berhubung kami mengejar waktu untuk bisa bertemu dengan saudara di kota Kudus, kami tidak sempat untuk masuk ke dalam museum-nya. (Sekitar sepuluh tahun yang lalu saya pernah juga berkunjung ke sana, museum tersebut tampak sangat sederhana, meskipun benda-benda yang disimpannya bernilai sejarah sangat tinggi).
Namun, dengan kunjungan yang singkat ini kami sudah bisa memberikan pengalaman nyata kepada anak-anak, Andra dan Sasha, untuk mengenal lebih dekat Mesjid Agung Demak, sebagai salah satu hasil karya umat Islam dulu di Indonesia, yang selama ini hanya mereka baca dan lihat di buku pelajaran mereka.

Sayangnya, mesjid ini, seperti tempat-tempat bersejarah lain di Indonesia, terlalu dibebani keharusan mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Keberadaan tenda-tenda para pedagang makanan-minuman dan cindera mata di depan mesjid, telah mengurangi nilai historis dan religius mesjid. Berkesan semrawut, tidak teratur dan keindahan serta kemegahannya tidak terlihat dari tengah alun-alun.
Kalau pedagang-pedagang itu diusir, tentunya mereka akan protes dengan alasan pemerintah kabupaten tidak melindungi para pedagang kecil. Tidak diusir, ya...seperti yang saya bilang. Serba salah ya?

Penuh kendaraan parkir dan tenda-tenda pedagang. Bandingkan dengan foto di sebelah kanan! (foto saya copy dari website Pemkab Demak)


Kalau saja tempat parkir kendaraan para pengunjung dan para pedagang itu bisa dikelola dengan lebih baik ...(CP Sept 2010)





September 23, 2010

Oleh-oleh Mudik (3A): Melihat Kota Semarang dari Atas Menara

 
Pada saat berkunjung ke Mesjid Agung Jawa Tengah, kami berkesempatan menaiki Menara Asma'ul Husna atau Al Husna Tower hingga lantai tertinggi, yaitu lantai 19 yang disebut lantai pandang. Beruntung, pada saat kami mendekat pintu gerbang masuk tower, antrian pengunjung yang bermaksud masuk tidak begitu panjang sehingga kami tidak perlu lama mengantri untuk mendapatkan tiket, dengan harga 5000 rupiah per orang, dan mendapatkan giliran masuk ke dalam elevator yang tersedia. Wah, elevatornya paling muat untuk sekitar 12 orang, sehingga terbayang jika antrian pengunjung panjang kita akan cukup lama mendapatkan giliran.

Suasana di depan menara. Ada tenda untuk menaungi orang yang antri tiket dan masuk.
 

Orang-orang (Ibu-ibu pakai kebaya tuh!) memasuki elevator untuk naik ke puncak menara

Elevatornya ternyata dioperasikan oleh seorang operator, yang secara langsung mengarahkan kami penumpang elevator ke lantai 19, di mana terdapat lantai pandang berupa anjungan untuk melihat pemandangan di bawah menara. Lucu juga, tombol pilihan lantai pada panel elevator tersebut hanya ada 5 buah! Karena memang menara tersebut hanya memiliki 5 lantai. Nomor 1,2,3,18 dan 19 saja!

Si operator bilang, nanti kalau turun sebaiknya ke lantai 3 dulu, supaya kami bisa terlebih dahulu mengunjungi museum di lantai 3 dan lantai 2. Dari lantai 3 cukup menggunakan tangga ke lantai 2 dan kembali ke lantai satu juga masih menggunakan tangga. Oooh...begitu ya!

Begitu elevator berhenti, pintu terbuka, para penumpang elevator berhamburan ke luar, termasuk Andra dan Sasha yang paling dulu keluar karena mereka berdiri tepat di depan bukaan pintu elevator. Ceria sekali mereka kelihatannya!
Woww....tinggi juga nih tower ini. Pandangan kami bisa jauuuh...ke depan. Semua yang di bawah bisa terlihat.

Terasa angin bertiup kencang menerpa kami. Sekeliling anjungan tersebut adalah pagar stainless yang cukup tinggi. Iyalah, pagar sangat diperlukan supaya lantai pandang tersebut aman apalagi banyak anak-anak yang ikut naik ke sini, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, atau juga supaya tower itu tidak disalahgunakan oleh orang yang putus asa yang ikut menyelusup naik...:)

Andra dan Sasha, di belakangnya pemandangan kota Semarang

Anak-anak tampak bergembira dan takjub melihat pemandangan di bawah sana. Kompleks Mesjid Agung Jawa Tengah (MAJT) bisa terlihat utuh, lalu bahkan hampir seluruh bagian kota Semarang bisa terlihat sini. Bahkan, pelabuhan Tanjung Mas dan laut pun terlihat, meskipun samar-samar. Andra dan Sasha berinisiatif, mereka menukar uang 5 ribuan mereka dengan koin 500an di tempat penukaran koin yang disediakan. Akhirnya mereka memanfaatkan teropong yang tersedia di sana untuk melihat dengan lebih jelas pemandangan kota Semarang. 500 perak untuk 1 menit pemakaian. Cukup murah!
Lumayan, dengan teropong tersebut, kita bisa melihat lebih jelas objek yang mau kita lihat.


Dengan antusias anak-anak mengamati pemandangan nun jauh di bawah sana dengan teropong.

Lihat saja objek2 yang bisa dilihat!


Atap mesjid utama dengan latar belakang kota Semarang di kejauhan


Pusat keramaian kota Semarang, kawasan Simpang Lima

 Bahkan pelabuhan Tanjung Mas pun terlihat! Samar-samar Laut Jawa di belakangnya.

Setelah anak-anak merasa puas melihat-lihat dan meneropong di lantai 19 itu, juga saya telah selesai mengambil gambar-gambar pemandangan yang menarik, kami pun kembali masuk elevator. Kami turun ke lantai 18, yang di sana ada rumah makan/resto Kampoeng Menara yang menu andalannya bakso kotak. Makan bakso dulu sambil menikmati pemandangan di bawah dari balik kaca jendela resto. Seperti yang sudah saya ceritakan di posting sebelumnya.



Resto Kampoeng Menara, lokasi eksklusif harga standar!

Singkat kata, selesai makan, kami turun ke lantai 3. Benar, ternyata memang ada museum yang cukup menarik untuk dikunjungi, Museum Perkembangan Islam di Jawa Tengah.

Ini di bagian luarnya!

Tulisan di atas pintu dan bentuk pintu yang berhiaskan ornamen tradisional Jawa, masuk ke dalam museum di lantai 3 tersebut.

Seperti apa di dalamnya? Ada Al Qur'an raksasa, ada Al Qur'an dengan tulisan tangan, dan objek-objek bersejarah serta bernilai lain yang berhubungan dengan perkembangan Islam di Jawa Tengah maupun di Indonesia.

Lukisan relief dari tembaga
Suasana di dalam museum

Sayangnya, belum puas kami melihat-lihat keseluruhan isi museum di lantai 3, petugas memberitahu bahwa waktu istirahat (pukul 11.30) segera tiba, jadi kami harus segera meninggalkan ruangan. Wah, sayang banget tuh!
Turun ke lantai 2 pun, sama, museum yang di lantai 2 segera tutup untuk istirahat. Yaaaakh.....! Sudah deh, kita keluar saja. Lagipula sudah mau tiba waktunya sholat Dhuhur!


Menuruni tangga dari lantai 3 ke lantai 2

Jika anda datang ke Mesjid Agung Jawa Tengah, tidak akan lengkap rasanya kalau anda tidak naik ke puncak Menara Asma'ul Husna atau disebut pula Al Husna Tower. Bener deh, nggak akan menyesal!