Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

August 21, 2009

Bendera Merah Putih

Tanggal 17 Agustus sudah lewat, tapi suasana perayaan kemerdekaan RI masih terasa. Di mana-mana kita masih bisa melihat bendera merah putih yang masih terpasang, berbagai umbul-umbul, spanduk, gapura, dan hiasan-hiasan lain mewarnai setiap sudut lingkungan kita.

Bendera Merah Putih (sumber gambar: kaskus.us)

Bendera merah putih! Ya, itulah bendera negara kita. Sederhana, hanya terdiri dari 2 warna, merah dan putih. Merahnya di atas dan putihnya di bawah. Buat sebagian orang, mungkin bendera kita terlalu sederhana, tidak keren dan kurang membanggakan.
Tapi anda, juga saya, tidak boleh beranggapan begitu!
Bendera itu ada dan tegak berdiri di tanah ibu pertiwi karena ada yang memperjuangkannya. Tidak terhitung berapa banyaknya tetes air mata, banjir keringat, tumpahan darah dan hilangnya nyawa rakyat dan bangsa Indonesia yang telah berkorban untuk menegakkan bendera merah putih itu.

Saya ingat waktu di SD dulu, ibu guru saya menerangkan bahwa bendera pusaka kita dijahit sendiri oleh istri pemimpin kita saat itu, yaitu Ibu Fatmawati Soekarno. Bendera itu memang berasal dari 2 kain yang berbeda warna, merah dan putih, dengan panjang 3 meter dan lebar 2 meter. (Ingat ya, itulah perbandingan ukuran panjang lebar bendera kita, 2 banding 3). Saya ingat juga bahwa bendera pusaka itu sewaktu zaman revolusi kemerdekaan dibawa-bawa oleh para pejuang kita agar tidak jatuh ke tangan tentara Belanda yang saat itu bermaksud menjajah kembali Indonesia. Sampai-sampai bendera pusaka itu pernah disembunyikan di pucuk pohon kelapa, cerita Ibu Oom (dibacanya O-om ya, maklum orang Sunda, bukan um) ibu guru sejarah saya saat itu.
Memang, bendera pusaka itu tidak boleh jatuh ke tangan musuh, karena itulah menjadi simbol kemerdekaan negara RI.

Lalu ada peristiwa heroik di mana para pejuang kita merasa kehormatan negara kita tidak dianggap oleh bangsa lain, yaitu beberapa waktu setelah tentara Sekutu memasuki wilayah tanah air kita. Saat itu, di bulan September 1945, di sebuah hotel bernama Yamato, atau Hotel Orange (nama Belandanya) di Surabaya, berkibarlah bendera merah putih biru. Ya, merah putih biru! Berarti bendera Belanda!
”Apa-apaan orang Belanda mengibarkan seenaknya benderanya di wilayah kita!”
Mungkin itulah pikiran para pemuda dan pejuang kita saat melihat bendera merah putih biru dengan angkuhnya bertengger di tiang menara hotel tersebut. Akhirnya beberapa pemuda yang merasa tersinggung kehormatan bangsanya, dengan beraninya memprotes kepada tentara Sekutu dan ada seorang pemuda yang memanjat gedung hotel itu mencapai tiang di mana bendera itu dipasang. Dan dirobeknyalah bagian biru dari bendera itu, sehingga yang ada tinggal merah putihnya.
Berkibarlah benderaku! Merah Putih. Sang Dwi Warna.
(Siapa berani menurunkan engkau serentak rakyatmu membela!)

Jadi, bendera kita itu sangat bersejarah, dan warna merah putih itu bukan asal memilihnya. Makanya kita tidak boleh sembarangan menggunakan, atau memodifikasi bendera itu (Ingat kan pernah kejadian ada grup band musik yang menampilkan logo grupnya di atas bendera merah putih? Bagaimana tanggapan anda?)
Warna merah dan putih itu sangat filosofis, yang secara simpel berarti bahwa bangsa kita sangat menjunjung tinggi keberanian (merah) atas dasar kebenaran/kesucian (putih). Sehingga warnanya merah di atas putih. Bukan sebaliknya, putih di atas dan merah di bawah. Filosofi ini dipakai oleh para pendiri negara kita (founding fathers) sewaktu menentukan desain dan warna bendera yang akan dijadikan bendera negara.

Bahkan, Bung Karno sempat mengutarakan pemikirannya, seperti yang dituangkan dalam otobiografinya BK Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis oleh Cindy Adams. Bahwa warna merah dan putih itu sudah menjadi budaya bangsa Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Budaya pembuatan bubur merah bubur putih setiap ada peristiwa penting. Lalu konsep getah (putih) dan getih (merah), cairan kehidupan, yang membuat tumbuhan, binatang dan manusia hidup. Penggambaran surya (matahari) dan chandra (bulan) pun dengan berupa kedua warna tersebut. Surya digambarkan sebagai warna merah dan chandra putih.

Mr. Muhammad Yamin lebih dahsyat lagi. Beliau menyatakan dalam bukunya yang berjudul ”6000 Tahun Sang Merah Putih”, bahwa warna merah dan putih sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman prasejarah dulu. Di gua-gua yang dihuni manusia zaman dulu, dapat ditemukan bukti-bukti yang menyatakan bahwa warna merah dan putih sudah digunakan sejak dulu dan menjadi warna penting dalam kehidupan masyarakat. Di zaman kerajaan Nusantara, umbul-umbul berwarna merah dan putih tercatat digunakan pertama kali pada saat pemerintahan Raja Kertanegara di kerajaan Singosari.
Ada lagi, pada rumah-rumah dulu, sewaktu dibangun, pasti dipasangkan kain merah putih pada kayu suhunan atap rumah. Saya ingat di rumah tempat tinggal saya sewaktu kecil, karena sering main ke ruang atap rumah, saya melihat ada bendera membungkus di kayu suhunannya.


Pelaksanan pengibaran bendera sewaktu proklamasi (sumber gambar: unknown)






Jadi memang beralasan sekali mengapa merah dan putih ini menjadi warna bendera kebangsaan Indonesia, dan ditetapkan secara resmi pada tanggal 18 Agustus 1945 di dalam UUD 1945. (Pasal berapa coba? He.he..he..saya juga lupa!)

Eh, ngemeng-ngemeng (duh, kayak Tukul aja!), bendera negara manakah yang sama dengan bendera negara kita, merah putih?

Silakan dijawab, yang jelas jawabnya jangan sambil nungging!...he.he.he..

(CP, Agustus 2009)


Berapa kalikah RI panjang umur?

“Dirgahayu Republik Indonesia Ke-64”

Begitulah tulisan pada spanduk yang terpampang di bagian atas bangunan kantor Jamsostek di seberang jalan dari sekolah anak saya, dan kebetulan saya lihat sepulang mengantar anak saya mengikut ekskul di sekolahnya hari Sabtu minggu lalu. Tulisan itu mungkin biasa saja bagi kita, karena memang kita berada dalam suasana kemeriahan memperingati hari ulang tahun kemerdekaan negara kita yang ke-64.

Tiba di rumah, langsung membaca koran Kompas, saya mendapatkan 3 iklan berukuran cukup besar yang mengandung tulisan ucapan selamat ulang tahun RI dengan kata-kata yang sama atau kurang lebih serupa dengan yang tadi pada spanduk, "Dirgahayu Republik Indonesia Ke-64” dan “Dirgahayu Kemerdekaan RI Ke-64”.









Iklan 1









Iklan 2









Iklan 3

Ada yang salah memang dengan kata-kata dalam kalimat itu? Kalimat yang mungkin kita dapati tidak hanya di koran atau spanduk-spanduk di sekitar tempat tinggal kita, tetapi bisa juga di media-media lain dan juga di banyak tempat di Indonesia.
Memang iya, ada yang salah! Kalimat ini mengandung kesalahan logika, yang mungkin disebabkan oleh ketidaktahuan orang akan makna kata "dirgahayu".
Lho, memangnya apa arti kata “dirgahayu” ini?

Nah, anda tahu toh! Iya, arti “dirgahayu” ini adalah “berumur panjang” atau “panjang umur”. Kalau anda belum tahu, anda bisa buka Kamus Besar Bahasa Indonesia kita, atau bisa juga kita akses kamus itu secara online dengan alamat http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/
Akan tetapi saya yakin, sebagian besar di antara anda pasti sudah tahu artinya.

Sekarang coba kita ganti kata “dirgahayu" pada kalimat di atas dengan "panjang umur"!
Kalimatnya menjadi "Panjang Umur Republik Indonesia Ke-64" dan "Panjang Umur Kemerdekaan RI Ke-64"
Walah! Kok jadi aneh ya?

Memang aneh! Panjang umur kok pakai embel-embel ke-64. Berarti panjang umurnya berkali-kali dong! Panjang Umur RI Ke-1, Panjang Umur RI Ke-2, dan seterusnya yang tentu saja aneh.
Atau kedua kalimat itu bisa juga mengandung arti ada Republik Indonesia Ke-1, Ke-2, dan seterusnya hingga Ke-64. Lucu bukan!

Sebenarnya sudah berkali-kali kesalahan seperti dalam kalimat-kalimat itu diulas dan dibahas di berbagai media, baik itu media cetak maupun media elektronik. Juga di dunia blog, ada ratusan blog yang membahas kesalahan itu dan menjelaskan bagaimana seharusnya. Saya juga sudah bosan membaca ulasan dan pembahasannya, tetapi lebih bosan lagi melihat kesalahan itu masih dipamerkan juga, terutama di area-area publik atau dalam forum resmi.

Kenapa orang tetap melakukan kesalahan seperti itu? Apakah karena kekurangpedulian kita terhadap logika berbahasa? Ataukah karena kita malas untuk mengetahui arti suatu kata yang jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari? Atau mungkin anda sebenarnya tahu kesalahan itu, tapi tidak berdaya mengikuti arus kesalahan yang dilakukan oleh orang lain?

Kalau anda sudah tahu itu salah, mulai sekarang, janganlah dilakukan. Dan mulailah kita perbaiki penggunaan bahasa kita, karena bahasa yang benar secara logika dan juga benar penggunaan kata-katanya akan lebih mudah dipahami oleh orang lain dan menunjukkan bagaimana logika berpikir kita juga. Jika ada satu kata yang kurang kita pahami artinya, lebih baik kita buka kamus terlebih dahulu supaya kita jadi tahu persis artinya daripada salah menggunakannya. Semaksimal mungkin kita tidak melakukan kesalahan yang sebenarnya jelas salah!
(Nah, frasa "semaksimal mungkin" itu juga salah tuh! Masak sudah maksimal ditambah lagi mungkin! Tidak logis!...he.he.he...)
Berbahasa yang benar memang perlu konsistensi dan ketelitian.


Dari Sabang sampai Merauke
Dari Miangas sampai Pulau Rote....

Selamat Ulang Tahun Kemerdekaan RI Ke-64!

Dirgahayu Republik Indonesia!
Panjang Umur Republik Indonesia!
Jayalah Bangsaku, Jayalah Negaraku.


(CP, Agustus 2009)


August 11, 2009

Columbus 2: Percaya dan Buktikan!

"Apa-apaan itu! Kalau begitu sih, aku juga bisa, dan semua orang yang hadir di sini juga bisa! Tidaaak....!" teriak orang yang tadi protes begitu melihat Columbus menjawab soalnya sendiri, memberdirikan telur tersebut. Telur itu dengan mudah bisa diberdirikan, hanya dengan sedikit mengetukkan bagian bawah telur itu ke permukaan meja, sampai ujungnya menjadi rata, karena retak

"Oh, ya? Kamu bisa melakukannya?", dengan tenang Columbus membalas protes orang itu dengan pertanyaan.

"Ya iyaaalah. Kalau begitu mah, aku juga bisa!" jawab orang itu dengan ketus, karena merasa telah dikelabui oleh cara Columbus memberdirikan telur.

"Nah, kalau kamu bisa, kenapa kamu tidak melakukannya tadi? Kenapa harus melihat dulu bagaimana aku melakukannya!" kembali Columbus menangkis serangan kata-kata orang itu.

Orang-orang bersorak-sorai, merasa gembira dengan perkataan terakhir Columbus tersebut. Mereka menyadari, bahwa semua orang juga bisa melakukan hal itu, tapi setelah melihat seseorang melakukannya. Artinya, kalau tidak ada yang memulai, tidak ada yang tahu atau tidak ada yang berani untuk melakukannya.
















Monumen Telur Columbus, di San Antonio Spanyol.
Di dalam telur itu adalah replika miniatur kapal Santa Maria, kapalnya Columbus.
(Sumber gambar: lh5.ggpht.com)



Merasa terpojokkan, orang yang tidak menerima kesuksesan Columbus tersebut menjawab pertanyaan Columbus dengan gugup,
"A..a...aku ...tidak tahu kalau telurnya boleh sedikit dipecahkan!" dengan muka memerah.

"Dengarkan! Siapapun bisa memberdirikan telur itu seperti caraku. Akan tetapi, siapa yang tahu sebelumnya dengan cara seperti itu? Kalian bisa melakukannya setelah aku menunjukkan caranya, " Columbus menjelaskan kepada hadirin dengan lantang.

"Sama juga dengan keberhasilanku dan kawan-kawanku menemukan jalan baru ke Asia. Siapapun memang bisa mencapai Asia seperti caraku, dengan berlayar ke arah Barat. Tetapi, siapa yang membuktikan pertama kali hal itu? Siapa yang berani menanggung resiko kalau terjadi sesuatu, karena selama ini kita lebih percaya bahwa bumi kita ini datar? Siapa?"

"Columbus!...Columbus!...Columbus!" hadirin meneriakkan nama Columbus. Mereka makin yakin, bahwa Columbus memang penemu jalan baru menuju Asia dan berhak atas penghargaan tinggi serta segala apa yang telah diperolehnya.

Keberanian Columbus untuk pergi ke Asia dengan berlayar ke arah barat dan mencapainya telah mematahkan kepercayaan orang Eropa saat itu bahwa bumi berbentuk datar, dan mereka menjadi sadar bahwa teori bumi sebenarnya bulat, yang hanya dipercayai segelintir orang termasuk Columbus, telah terbukti. Dengan kecerdikannya pula, Columbus bisa mematahkan serangan orang-orang yang tidak menerima keberhasilannya menggunakan sebutir telur ayam.

Anggapan bahwa bumi berbentuk datar seperti meja bundar atau kue marie, membuat orang takut untuk berlayar terlalu jauh dari daratan. Mereka khawatir jika berlayar terus, mereka bisa menuju ke pinggir bumi atau ujung dunia, dan kapal mereka akan terjerumus ke dalam jurang yang amat sangat dalam. Demikian juga pada awalnya Columbus mengemukakan idenya untuk pergi ke Asia melalui arah barat, semua orang menertawakannya, menganggap Columbus orang gila yang mau mengorbankan diri demi sebuah tujuan ngawur. Namun berkat ketekunan dan kesabarannya, disertai kemampuannya untuk mempresentasikan idenya itu secara ilmiah di depan Ratu Isabella, akhirnya Sang Ratu tertarik untuk membiayai pelayaran Columbus.

















Bumi itu datar. Kapal yang berlayar terlalu jauh hingga ke ujung bumi, akan terjerumus ke dalam jurang yang amat sangat dalam.
(Sumber gambar: starphoenixbase.com)



Columbus adalah satu di antara sedikit orang pada saat itu yang percaya akan teori bahwa bumi berbentuk bulat, makanya dia bertekad membuktikan, jika bumi bulat maka dia bisa berangkat ke Asia lewat jalan barat melalui laut tidak seperti biasa lewat jalan timur melalui darat. Dia percaya dan dia berani untuk membuktikan keyakinannya itu!

Sayangnya, meskipun tiga kali berlayar ke daerah yang dianggapnya India itu, Columbus hingga meninggalnya tidak pernah menyadari bahwa daerah yang dicapainya adalah sebuah benua besar lain. Benua Amerika!
Disebut benua Amerika, karena ada seorang petualang sekaligus ahli ilmu bumi yang menulis mengenai daerah baru yang ditemukan oleh Columbus itu. Petualang itu sadar bahwa daerah yang ditemukan oleh Columbus bukanlah India ataupun Asia, melainkan sebuah benua baru. Dari namanyalah, Amerigo Vespucci, nama benua Amerika berasal!


Bagaimana dengan Anda? Apakah anda tipe orang yang senang menjadi perintis seperti Columbus dengan berani menanggung resiko untuk sesuatu yang baru dan orang lain belum ada yang melakukannya? Ataukah anda cukup menunggu orang lain melakukan sesuatu, menemukan atau membuka jalan, baru anda mengikutinya?
Pilihannya ada di tangan anda sendiri.


(CP, Aug 2009)


August 5, 2009

Columbus: India dan Telur

Di zaman modern sekarang, sebuah pesawat ulang alik yang berkecepatan 17.500 mil per jam hanya membutuhkan hanya sekitar 90 menit untuk mengitari bumi dari luar angkasa. Sementara pada zaman dulu, Ferdinand Magellan si penjelajah Portugis membutuhkan waktu 3 tahun untuk berlayar mengelilingi dunia!

Di zaman sekarang juga, anak-anak SD sudah tahu bahwa bumi ini bentuknya bulat seperti bola. Tapi tidak dengan zaman dulu. Zaman dulu seorang ahli ilmu bumi atau seorang ilmuwan pun menganggap bahwa bumi berbentuk pipih seperti meja bundar atau seperti kue marie, apalagi masyarakat kebanyakan.

Columbus-lah yang dianggap orang pertama yang membuktikan langsung, bahwa bumi berbentuk bulat seperti bola.Pada saat itu, orang Eropa hanya mengetahui hanya ada satu jalan menuju ke negeri berperadaban tinggi, Cina dan India, yaitu ke arah timur. Mereka bisa mencapai kedua negeri itu melalui jalan darat, melalui celah bernama Khyber Pass, sebuah lembah yang berada di antara Pakistan dan Afghanistan sekarang, atau yang lebih kita kenal dengan nama Jalan Sutra (bukan Tawa Sutra ya! He.he.he..). Nah, Columbus-lah yang membuka jalan, dan membuka mata orang-orang Eropa bahwa Asia atau India pun (anggapan orang saat itu Columbus mencapai negeri India) bisa dicapai dari arah lain, dengan berjalan menuju barat lewat laut. Karena dia pula, Magellan beberapa puluh tahun kemudian menjadi orang pertama yang berhasil mengelilingi dunia.

Rute perjalanan Columbus
(Sumber gambar: www.joh.cam.ac.uk)











Karena keberanian dan keberhasilannya itu, Columbus diberi penghargaan oleh Ratu Isabella, ratu Spanyol saat itu, serta diberi kedudukan tinggi satu tingkat di bawah ratu. Dalam sebuah acara perjamuan malam kerajaan yang diselenggarakan dalam rangka menghormati Columbus, ada salah seorang yang tidak menerima dengan keberhasilan Columbus berbicara miring di depan Sang Ratu dan para hadirin. Orang itu merasa bahwa apa yang dilakukan Columbus sebenarnya bukan apa-apa.
”Lihatlah Columbus. Hanya dengan berlayar ke arah barat saja dan sampai di India, dia diberi penghargaan serta mendapat segalanya. Apa hebatnya? Toh, negeri India dari dulu juga sudah ada! Serta siapa pun yang berlayar ke arah barat, pasti akan menemukan negeri itu!”

Orang-orang yang berada di situ menjadi ribut, sebagian besar menolak ucapan itu, tapi ada juga yang bergumam menyetujui. Yang setuju tentu saja berpikiran sama, kenapa hanya dengan tiba di India Columbus dielu-elukan masyarakat dan diberi penghargaan khusus dari Sri Ratu.

Mendengar ucapan sinis seperti itu, Columbus dengan tenang membalasnya,
”Memang aku bukan menemukan India, tapi aku sudah membuka mata kalian bahwa dengan berlayar ke arah barat kita bisa tiba di India, suatu hal yang sebelumnya kalian tidak berani lakukan. Hmm....nih aku berikan soal kepada kalian semua!”

Columbus bergerak menuju ke meja di mana dihidangkan bermacam-macam makanan. Diambilnya sebutir telur ayam yang masih ada kulitnya, dan diangkatnya telur itu tinggi-tinggi. Lalu berteriaklah dia dengan lantang,
”Siapa yang bisa menaruh telur ini di atas meja dalam keadaan berdiri, aku akan berikan semua hadiah yang telah aku terima dari Paduka Ratu!”
”Namun jika kalian tidak sanggup, kalian harus mengakui, bahwa aku berhak atas semua yang telah aku terima ini.”

Kembali suasana menjadi gaduh. Orang-orang yang hadir di situ menunjuk-nunjuk orang yang tadi memulai suasana panas dengan mengeluarkan perkataan menolak keberhasilan Columbus itu. Akhirnya orang itu merasa terdesak dan dengan terpaksa dia maju menghampiri meja, lalu berusaha memberdirikan telur itu.

Sekali dia mencoba, telur itu jatuh tidak bisa berdiri. Mencoba memberdirikan lagi, jatuh lagi. Coba lagi, jatuh lagi. Hingga lebih dari sepuluh kali dia mencoba, belum bisa juga. Sulit sekali, pikirnya. Keringat dinginnya mulai keluar, dan dia merasa bahwa tantangan Columbus itu tidak mungkin dikerjakan. Akhirnya,
”Tidak bisa. Ini tidak mungkin dilakukan!” teriaknya.

Orang-orang kembali gaduh, beberapa orang mengambil juga telur-telur yang ada di hidangan dan mencobanya masing-masing. Rupanya tidak ada seorangpun yang bisa membuat telur itu berdiri.

”Sudah, sudah. Cukup!”teriak Columbus. “Sekarang lihat bagaimana caranya aku membuat telur ini bisa berdiri!”
Columbus pun mengambil lagi sebuah telur dan dengan sekali gerakan dia bisa menaruh telur itu diam di atas meja dalam posisi berdiri!

Telur ayam
(Sumber gambar: www.bonappetit.com)








Orang-orang yang melihat bagaimana Columbus menunjukkan kebisaannya bersorak-sorai. Umumnya terkagum dan gembira, merasa bahwa Columbus memang berhak atas semua yang telah diterimanya itu.

Nah, pertanyaan saya. Bagaimana caranya Columbus bisa membuat telur itu dalam posisi berdiri di atas meja?

Gampang bukan? Karena ini sebenarnya bukan tebakan, melainkan sebuah sejarah!

(CP, Aug 2009)

August 2, 2009

Jangan Remehkan Sesuatu Yang Terlihat Kecil!

Zaman dahulu di sebuah kerajaan berkuasalah Kaisar yang memiliki seorang penasehat yang sangat bijak dan sangat cerdik. Karena merasa jasa-jasa penasehatnya itu sudah banyak terhadap kerajaan, Sang Kaisar berniat untuk memberikan suatu hadiah istimewa kepadanya. Maka dipanggillah Bapak Penasehat itu. Tiba di hadapannya, Sang Kaisar mengutarakan niatnya memberikan hadiah istimewa.
“Silakan Paman sebutkan, apa saja yang Paman inginkan, akan aku usahakan sebisaku. Rumah, tanah, perhiasan, kuda, pesiar ke negeri lain atau apa saja. Jasa-jasa paman terhadapku dan kerajaan sudah sangat banyak, jadi paman berhak atas hadiah ini.”

Tidak menyangka akan ditawari hadiah “terserah” itu, bapak penasehat berpikir sejenak. Lalu dengan tenang dan sambil tersenyum-senyum, dia berkata,
“Terima kasih Baginda Kaisar, atas hadiah yang tidak disangka-sangka ini, apalagi hadiahnya hamba boleh menentukan sendiri. Hmm…hamba tidak usah diberi hadiah macam-macam. Cukuplah buat hamba beras saja, beras sebagai lambang kemakmuran negeri kita.”

“Hah..! Cuma beras??” Sang Kaisar terperanjat tidak percaya.
“ Paman hanya minta beras?...Berapa banyak yang harus aku berikan?” tanya Kaisar.

“Ampun Baginda. Hamba tidak meminta banyak-banyak. Cukup satu butir saja,” jawab penasehat, makin membuat penasaran kaisarnya.

“Haahh…satu butir?...Untuk apa satu butir?”tanya Kaisar kembali karena keheranan.

Sambil tersenyum lagi, penasehat yang wajahnya berwibawa itu menjelaskan,
“Maaf Baginda. Sebentar!....Satu butir beras saja untuk besok. Lalu hamba minta lagi 2 butir lusa. Minta dikirim ke rumah hamba. Hari ketiganya, tolong kirim beras 2 kali dari hari ke-2, yaitu 4 butir. Dan seterusnya, setiap hari jumlah butir berasnya dua kali dari hari sebelumnya. Hamba minta hingga hari ketiga puluh, jadi selama 1 bulan saja.”

“Ooh….begitu! Aku kira cuma 1 butir. Wah, hadiah istimewanya aneh sekali. Waduh, cukup itu Paman?” tanya Kaisar kembali meyakinkan.

“Cukup Baginda, itu saja permintaan Hamba,” bapak penasehat menjawabnya.

“Walah, Paman nih bagaimana! Mau dikasih hadiah istimewa, malah mintanya beras. Sedikit lagi! Tapi karena ini adalah hak Paman, aku akan kabulkan permintaan itu. Mulai besok, bapak pengawal ini akan menyediakan berasnya dari gudang beras kerajaan dan mengantarkan beras itu ke rumah Paman.” sambil Sang Kaisar menunjuk seorang pengawal setianya, yang sudah berusia setengah baya.

Mulailah esoknya pengawal kepercayaan raja itu mengantarkan hadiah berupa beras ke rumah penasehat. Satu butir saja! Dengan setengah tidak percaya, sang pengawal membawa sebutir beras itu.
“Apa-apaan ini, minta kok sedikit-sedikit! Hari ini sebutir besok 2 butir, terus lusa 4 butir. Kenapa nggak sekalian saja minta 1 karung ya?!”, pikirnya dalam hati.

Hari berikutnya, diulanglah pengantaran beras ini. Kali ini, 2 butir saja. Seperti halnya dengan hari pertama, sang pengawal bergumam,
“Ringan amat nih tugas! Hari ini 2 butir, kemarin malah cuma 1 butir. Yakh…aneh banget tuh Bapak Penasehat, meskipun beliau sangat bijak dan pandai. Tapi…gak apa-apalah, aku jadi ada kesempatan untuk tugas keluar istana. Kan lebih bebas!”

Hari ketiga, lagi-lagi sang pengawal mengantar beras yang sangat sedikit, 4 butir. “Wah, kalau tiap hari kerjaanku cuma begini, enak banget! Cuma mengambil beberapa butir beras, lalu mengantarnya ke rumah Bapak Penasehat,” pikirnya dengan gembira.

Di hari kesepuluh, mulai timbul kebosanan pada diri sang pengawal. Pada hari itu, dia harus menyiapkan beras sebanyak 512 butir. Masih ringan sih, tapi sudah terasa sulit bagi matanya yang sudah agak lamur untuk menyiapkan beras. Sehingga dia yang biasanya mengambil sendiri beras di gudang, kali ini meminta bantuan orang gudang beras kerajaan untuk membantunya menghitung.

Di hari kedua puluh lima, Sang Kaisar baru merasa sadar, dari hari ke hari, jumlah pengawal dan pegawai yang bertugas di istana terlihat makin berkurang. Kemarin-kemarin, dia merasakan hal itu tapi dia belum sempat menanyakannya ke kepala pengawal dan kepala kepegawaian istana tentang perihal itu. Di hari itu dia panggil pengawal setia, yang selama ini dia berikan tugas mengirimkan hadiah untuk penaseheat kerajaan itu, untuk menghadap. Langsung saja Sang Kaisar bertanya,
“Bapak Pengawal, kemana saja dirimu? Kok, agak jarang kelihatan? Terus pengawal dan pegawai yang lain, pada ke mana ya? Banyak yang tidak masuk?”

“Ampun Baginda, minta maaf sebesar-besarnya. Hamba menyuruh mereka untuk membantu pekerjaan hamba,” pengawal itu berusaha menjelaskan.

“Pekerjaan apa?” kembali kaisar bertanya.

“Menghitung beras!” jawab pengawal.

“Menghitung beras? Lho, bukannya itu bisa ditangani Bapak sendiri. Sedikit kan berasnya?” kaisar merasa heran.

“Ampun Baginda. Memang sedikit awalnya, tapi sekarang-sekarang sudah sangat banyak Tidak sanggup saya menghitungnya. Ini saya perlihatkan!”.
Lalu dia merogoh saku bajunya, mengambil secarik kertas berisi catatan.
“Hari ini hari kedua puluh lima kita memberikan hadiah buat Bapak Penasehat. Jumlah butir beras yang harus disiapkan adalah …..Sebentar Baginda.
Oh, ini. Hari ini 16,777,216 butir!”

“Walah, banyak banget Bapak! Kok bisa?” Kaisar bertambah heran.

“Benar Baginda, berasnya memang sangat banyak yang harus kita siapkan. Bahkan hamba tidak yakin seluruh isi gudang beras kerajaan akan cukup untuk bisa memenuhi permintaan seluruhnya. Ini saja, isi gudang kita sudah mulai menipis. Ditambah….seluruh pegawai gudang sudah hamba kerahkan untuk menghitung. Entah kalau besok, sepertinya hamba harus mengerahkan seluruh pengawal istana,” urai pengawal menjelaskan.

“Waduh, kok bisa begitu ya? Banyak amat!” Sang Kaisar baru menyadari kecerdikan penasehatnya. Awalnya dia memang terlalu memandang rendah permintaannya.

Benar kan, kalau kita tidak teliti dan sering menyepelekan sesuatu yang kelihatan kecil, bisa kurang baik akibatnya. Bahkan bisa fatal.
Yang kecil itu ternyata bisa menjadi besar. Sering kan kita mengalami seperti itu! Meremehkan sesuatu yang terlihat sepintas kecil, dan kurang teliti terhadap suatu permasalahan. Jadi selalu telitilah dengan yang kecil-kecil! Dan pintar-pintarlah mengkalkulasi angka, karena angka adalah bagian dari kehidupan kita yang sangat amat penting.

Eh, coba saya mengetes anda, berapakah jumlah butir beras yang harus disiapkan di hari terakhir? Ada yang tahu?

Nah, kalau itu tahu, coba lagi. Berapa jumlah total beras yang harus disediakan, dari hari pertama hingga hari ketiga puluh?

Pusing kan? He.he.he…

(CP, Aug 2009)