Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

June 1, 2009

Rumah Hijau dan Penghangatan Global?

Pasti banyak yang sudah tahu, tapi ini hanya sekedar intermezzo:


Adakah hubungan antara Rumah Hijau dengan Penghangatan Global?

Ada, tapi istilah yang saya pakai adalah salah. "Rumah Hijau" sebenarnya penerjemahan harfiah dari "green house" atau istilah yang benarnya dalam bahasa Indonesia adalah "rumah kaca". Rumah kaca yang biasa dibangun di area-area tanah pertanian.

Sementara "Penghangatan Global" penerjemahan harfiah dari global warming. Biasanya disebut orang Pemanasan Global. Lucu ya, padahal bahasa Inggris "Warming" padanan di bahasa Indonesia-nya adalah "Penghangatan" (warming = penghangatan, pemanasan = heating). Sepertinya istilah pemanasan dipakai untuk menghindari asosiasi negatif. Biasalah, orang Indonesia kan agak sensitif, he..he..he...

Rumah kaca yang biasa dipakai di dunia pertanian memang berfungsi mengumpulkan hawa panas selain menghindari curah hujan langsung ke tanaman. Panas matahari bisa masuk lewat atap rumah kaca yang terbuat dari kaca atau plastik karena transparansinya, sementara panasnya tidak bisa keluar kembali dari rumah itu, akhirnya temperatur di dalam rumah kaca akan lebih panas daripada temperatur di luar. Efek memerangkap panas inilah yang disebut "efek rumah kaca" (eh, ada grup band yang namanya ini lho!) atau istilah inggris-nya "green house effect".

Untuk lebih bisa memberikan gambaran, coba kita masuk ke dalam mobil yang beberapa saat diparkir di bawah sinar matahari langsung, dijamin kita merasa panas dan gerah bukan main. Saya pernah mengukur, suhu di dalam mobil bisa mencapai 50 bahkan 60 derajat celsius. Padahal suhu udara di luar paling sekitar 35-40 derajat, termasuk di daerah tempat tinggal kita (Cikarang).

Terus, apa hubungannya efek rumah kaca dengan pemanasan global (he..he.he..Sekarang pakai istilah yang benar)? Nah, memang ada, cuma bukan atap kaca yang menyebabkannya, melainkan karbondioksida, metana , sulfur dioksida dan gas-gas lain yang sejenis. Lho, memangnya ada apa dengan cinta? Eh, dengan gas-gas itu?

Karbondioksida dan gas-gas lainnya yang biasa disebut gas-gas rumah kaca itu sifatnya sama dengan atap kaca itulah. Cuma mereka adanya di atmosfir bumi kita. Gas-gas rumah kaca itu umumnya timbul dari hasil pembakaran di alam dan hasil aktivitas manusia sehari-hari seperti dari asal knalpot kendaraan bermotor dan asap dari proses di pabrik-pabrik.
Karbondioksida dan gas-gas lain itu berkumpul di angkasa, menghalangi panas dari sinar matahari untuk kembali ke luar angkasa. Jadi panas sinar matahari bisa masuk menembus atmosfir tapi tidak bisa keluar alias terperangkap di bumi. Akhirnya temperatur bumi makin lama makin panas. Dari tahun ke tahun, dari abad ke abad.



Ilustrasi Efek Rumah Kaca (sumber gambar: www.myclimatechange.net)








Wajarlah kalau sekarang-sekarang ini, memasuki musim kemarau, di daerah kita, hawa udara terasa sangat huaaanaaaass bukan main! Apalagi kalau kita berada di luar rumah atau tempat kerja pas jam-jam 11 sampai jam 2 siang. Aduh, tobaaaat! Puaanasssnya bukan main. Bagaimana dalam 2 – 3 tahun mendatang?

Yang jelas efek rumah kaca bukan efek diakibatkan oleh rumah-rumah atau gedung- gedung yang dinding atau atapnya terbuat dari kaca, seperti di daerah Sudirman-Thamrin Jakarta dan sekitarnya. Melainkan efek dari keberadaan gas-gas tadi itu. Gas-gas hasil dari pembakaran.

Artinya, kita harus mengurangi aktivitas yang menghasilkan gas-gas tersebut. Dan karena tetumbuhan hijau berfungsi mengolah kembali gas-gas itu, terutama karbondioksida, kembali menjadi oksigen, kita juga harus berupaya menghijaukan kembali tanah-tanah sekitar kita yang makin hari makin berkurang pepohonannya. Tanam dan pelihara pohon di pekarangan rumah atau di sekitar lingkungan rumah kita, setiap orang satu pohon, niscaya akan mengurangi kecepatan pertambahan panas yang berlangsung dari tahun ke tahun tadi.

Save The Earth!
(CP, Okt 2008/Jun 2009)

No comments :

Post a Comment