Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

July 12, 2009

Antara Rest Room dengan Jamban

Tahun 2003 di awal masuk ke perusahaan tempat kerja saya sekarang, saya mendengar ada satu ruangan di perusahaan saya yang disebut Rest Room. Pikiran saya langsung membayangkan, pasti Rest Room seperti di hotel-hotel atau restoran berbintang. Di tempat-tempat itu, Rest Room merupakan jamban atau kakus atau sekarang kita lebih mengenalnya dengan sebutan toilet. Karena di tempat mahal kali ya, makanya orang nyebutnya lain! Padahal fungsinya kan sama.

Orang Barat memang menyebut jamban/kakus itu dengan sebutan yang sangat terhormat “rest room” (yang arti harfiahnya adalah tempat istirahat) karena jamban/kakus di mereka diperuntukkan untuk melepas penat dan membuang (maaf) yang sebelumnya ditahan-tahan. Sehingga mereka membuat ruangan itu benar-benar nyaman, wangi, bersih dan terawat, serta selalu tersedia segala fasilitasnya seperti cermin, wastafel, sabun pencuci tangan, tissue, pengering tangan, tempat sampah dan lain-lain.

Kembali ke Rest Room-nya tempat kerja saya. Ternyata belakangan kemudian saya baru menyadari bahwa Rest Room itu diisi oleh para driver, alias ruangan itu tempat para driver standby menunggu tugas. Singkatnya ruang itu memang lebih tepat disebut Ruang Driver (Driver Room).

Lho, kok ruangan driver disebut Rest Room?
Melihat dalamnya ruangan, saya menduga-duga, barangkali ruangan itu disebut Rest Room karena terdapat bagian ruangan yang dipakai sebagai tempat tidur (?, berfungsi sebagai mushola juga). Nah, berarti kan tempat istirahat!

Atau memang karena ada toilet/WC-nya? Toilet atau WC kan disebut Rest Room seperti saya singgung di atas!
Mudah-mudahan dasar penyebutan Rest Room itu karena alasan yang kedua, bukan karena alasan pertama!
Istilah yang mungkin tidak salah tapi kurang tepat! (he..he..he..)

Lebih lanjut, ngomong-ngomong mengenai toilet, asal kata toilet ini adalah dari bahasa Inggris yang berarti ruangan untuk buang air (atau “buang hajat”, maaf saya tidak tahu istilah mana yang lebih sopan) atau sebutan untuk alat untuk buang air, yang dalam hal ini berarti kloset (baik jongkok maupun duduk) atau urinoir (tempat pi* itu lho!).


Urinoir, dengan sedikit keisengan pengelolanya (sumber gambar: aromic.free.fr)









Ada juga yang menyatakan bahwa toilet berasal dari bahasa Perancis, sehingga jangan heran jika ada di antara kita yang melafalkan toilet ini “toale” (sambil suaranya di-sengau-kan supaya lebih keliatan French-nya, he..he..he…)

Bagaimana dengan WC?

Sebenarnya, istilah WC ini berasal dari istilah bahasa Inggris “Water Closet” yang disingkat WC. Akan tetapi singkatan WC ini sudah menjadi istilah tersendiri di beberapa bahasa Eropa, dan salah satunya adalah bahasa Belanda, negara yang pernah menjajah kita sehingga mereka menularkannya kepada kita. Orang Belanda melafalkannya “waysay”, sementara lidah orang kita menyebutkannya “wese”. (simpel banget ya?)

Orang Inggris sendiri hampir tidak pernah menyebut WC untuk toilet. Makanya aneh kalau ada istilah ”double yu si”.

Bagaimana dengan orang Indonesia?

Ada yang menyebut WC, ada yang menyebut kamar mandi, kakus, jamban, “aer” (Bukan “air”, seperti contoh:” Maaf, saya mau ke aer sebentar”). Atau juga istilahnya sering dihaluskan dengan sebutan “belakang”, atau pun “kamar kecil”. Silakan anda menggunakan istilah yang paling anda suka! (he..he..he..)

Sebagai petunjuk/identitas ruangan toilet umum, di depannya biasanya ada istilah/identitas yang menunjukkan bahwa ruangan itu adalah toilet umum. Identitas itu berupa tulisan “MEN” atau “GENTS” dan “WOMEN” atau “LADIES”. Istilah ini dipakai untuk memisahkan ruangan toilet berdasarkan gender/jenis kelamin yang memakainya. Kenapa dipisah? Tanya tuh kepada kaum wanita? Kalau buat laki-laki, kayaknya fine-fine aja digabung juga…..(Hush…becanda!)

(sumber gambar: www.istockphoto.com)






(sumber gambar: albumo.com)










Istilah di atas biasanya digunakan di tempat-tempat seperti hotel, restoran, bandara, kantor perusahaan asing. Sementara di terminal bis, di pasar, atau di tempat-tempat umum lain, cukup tulisan “WC LAKI-LAKI” dan “WC WANITA”. (ditambah tulisan “BUANG AIR KECIL RP 1000, BUANG ….stop! tidak usah dilanjutkan…he..he..he..)

Banyak juga pemisahan ruangan berdasarkan gender untuk toilet umum hanya ditandai dengan logo/gambar orang dengan bentuk badan segitiga untuk wanita dan badan lurus untuk laki-laki. Kenapa untuk wanita gambarnya segitiga ya? Oooh…itu mungkin karena wanitanya dianggap pakai rok. Kalau nggak pakai rok?...Silakan jawab sendiri!

Toilet kering (dry toilet)?

Di Indonesia, jarang ditemukan toilet yang benar-benar memenuhi kriteria sebutan toilet kering, mengingat budaya orang Indonesia yang tidak bisa lepas dari air dalam aktivitas di toilet. Di toilet kering beneran, siap-siap saja untuk merasa tidak enak. Pasalnya, di toilet kering, tidak ada shower/semprotan air untuk ”cebok” (maaf) sehabis BAB, apalagi ada ember dan gayung!

Saya punya pengalaman dengan toilet kering ini. Karena terpaksa sudah di ujung tanduk dan tidak ada lagi toilet basah, saya pernah menggunakan toilet jenis ini. Aduh, setelah selesai. Ampyuuun deh! Cuma pake tissue buat bersih-bersihnya. Tissuenya memang selalu tersedia, tapi karena kita orang Indonesia sudah terbiasa dengan air untuk pembersih, ya gitu dechhh!

Nggak terasa cebok (maaf) begitu keluar dari toilet...ha..ha..ha..(jadi malu sendiri)

Automatic Urinoir?

Ada hal lain. Umumnya urinoir di kita ada tombol buat pembilas/penyiramnya (flush). Nah jadi kita, untuk yang muslim, pada saat air penyiramnya keluar, kita juga melakukan istinjak (membersihkan ... sehabis buang air). Di negara maju, banyak yang urinoirnya sudah tidak menggunakan tombol lagi, jadi pembilasnya akan bekerja sendiri dengan menggunakan sensor. Di kita urinoir jenis ini juga sekarang sudah mulai banyak, di toilet umum hotel-hotel bintang atau di toilet restoran berbintang atau juga di toilet perusahaan multinasional!

Saya punya pengalaman lucu sewaktu pertama kali menggunakan urinoir jenis ini, dulu waktu di Jepang. Maklum masih kampungan, belum biasa alat-alat yang otomatis. Pada saat BAK, belum sepenuhnya selesai BAKnya air flush sudah menyiram. Akhirnya waktu selesai BAK, karena kita masih perlu air buat istinjak, ya kita menjauh dulu dari situ supaya sensornya bekerja dan balik lagi untuk mengambil air. Tentu saja dengan risleting celana masih terbuka dan ....he..he..he..(malu!)

Sialnya, satu kali mundur terus balik lagi, airnya belum keluar. Sekali lagi mundur dan mendekat lagi, belum keluar juga. Akhirnya setelah mundur dan maju yang ketiga, bisa keluar juga air pembilasnya. Syukur deh...aman dan saya bisa menunaikan kewajiban istinjak.

Cuma, malu banget diliatin orang2 di sekitar. Mungkin disangkanya lagi ngapain orang ini. Ha..ha..ha..

Selanjutnya, saya tahu trik menghadapi urinoir jenis ini. Cukup miringkan badan anda ke kiri atau ke kanan (sesuai arah sumber cahaya), dan kembali lagi ke posisi semula, air flush itu akan ngocor keluar.

Anda pernah mengalami kejadian serupa? Mudah-mudahan tidak. He..he..he..



(CP, Maret 2008)

No comments :

Post a Comment