Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

May 7, 2010

KA Parahyangan: Keretaku Sayang, Keretaku Malang

Tanggal 27 April lalu adalah hari kelabu bagi dunia perkereta-apian Indonesia. Pasalnya, sebuah trayek jalur kereta api yang menghubungkan Jakarta – Bandung yang hampir berumur 40 tahun, bernama KA Parahyangan mulai tanggal tersebut ditutup oleh manajemen PT KA Indonesia. Ditutup dengan alasan merugi terus, pemasukan dari hasil penjualan tiket penumpang tidak bisa menutupi biaya operasional. Semenjak dibukanya jalan tol yang menghubungkan Cikampek dengan Padalarang atau yang biasa disebut Cipularang (Cikampek – Purwakarta – Padalarang) di tahun 2005 yang memungkinkan perjalanan Jakarta-Bandung dengan menggunakan kendaraan mobil bisa ditempuh dalam waktu 2 jam, memang KA Parahyangan mendapat saingan amat berat. Dari tahun ke tahun berkurang terus penumpangnya, hingga kondisinya “megap-megap”, dan akhirnya terbukti di tanggal itu “vonis mati” pun diketukkan.

KA Parahyangan yang tak terlupakan
Kenangan dari KA Parahyangan (Sumber gambar: di sini)

Alasan yang masuk akal namun menjadi peristiwa yang benar-benar menyedihkan! Meskipun katanya penumpang untuk trayek itu akan dilayani oleh KA jenis lain, yaitu KA Argo Gede.
Bagaimana tidak menyedihkan, transportasi kereta api di Indonesia dari zaman kemerdekaan hingga sekarang tidak sekalipun menunjukkan peningkatan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Jaringan lintasan rel kereta api warisan pemerintah kolonial Belanda sejak dipegang oleh pemerintah Indonesia tidak pernah bertambah, dari tahun ke tahun berkurang terus. Satu per satu jalur atau pun trayek kereta api mati, dengan alasan sama dengan di atas. Kurang peminat dan biaya operasional tidak tertutupi!
Begitu banyaknya jalur mati sehingga infrastruktur perkeretaapian yang dibangun sejak jaman Belanda ini terlantar dan akhirnya dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Tanah, rel, jembatan, terowongan, stasiun, dan lain-lain di jalur mati tersebut yang tadinya merupakan aset negara ini, terlantar tidak karuan dan entah jadi apa. Saya tidak tahu apakah PT KAI menjualnya ke pihak lain untuk menambah modal dan pembangunan infrastruktur di jalur yang masih hidup, atau membiarkannya habis dijarah atau dimanfaatkan masyarakat yang tinggal di sepanjang jalur tersebut.

Lintasan rel kereta api yang lebih banyak hanya satu jalur sering menjadi penghambat perjalanan. Saking banyaknya trayek kereta api yang melintas pada jalur yang sama, sebuah kereta api dalam perjalanannya harus banyak menunggu. Apalagi jika ada masalah pada sebuah kereta api atau relnya! Kereta yang anjlok, rel yang rusak karena bencana alam atau pun karena ulah oknum masyarakat yang menjarah sebagian ruas rel untuk dijual sebagai besi tua. Waduh! …Capek deh!
Sekali ada masalah seperti itu, banyak trayek yang mengalami penundaan. Hingga berjam-jam. Sementara perbaikan tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat. Tidak heran jika banyak calon penumpang yang mengurungkan niatnya menggunakan kereta api dan beralih pada kendaraan jalan raya.

Bagi kita yang pernah atau bahkan sering menggunakan KA Parahyangan ini, seperti warga Bandung yang bekerja di Jakarta dan setiap akhir minggu pulang ke Bandung, atau mahasiswa yang kuliah di Bandung dan setiap minggu pulang ke Jakarta, pasti akan merasa sedih dengan ditutupnya trayek ini mengingat cukup KA Parahyangan yang bersejarah, membawa kenangan dan karena kereta ini dulunya adalah ikon kereta api Indonesia, dulu banyak sekali penggemarnya. Kita akan diingatkan oleh indahnya pemandangan bumi tempat berhuninya para hyang (parahyangan) sepanjang jalur rel Cikampek – Bandung yang tak akan terlupakan. Serta stasiun-stasiun yang dilewati yang menggambarkan kehebatan arsitektur masa kolonial, juga jembatan-jembatan baja di atas lembah-lembah sebagai hasil teknologi sipil saat itu. Duh, benar-benar mengesankan sekaligus menyayangkan hal ini terjadi !

Kita tidak bisa memprotes atas kebijakan ini, meskipun banyak yang tidak bisa menerima kenyataan ini. Mau bagaimana lagi, namanya bisnis, ya harus bisa mendatangkan keuntungan. Kita memang menyadari, betapa beratnya di masa kini PT KAI membiayai operasionalnya. Sudah harus menyediakan kereta api, dia pun harus menyediakan dan merawat infrastrukturnya berupa jaringan rel kereta api plus stasiun dan lain-lainnya. Berbeda dengan angkutan darat lain, yang pembangunan dan pemeliharaan jalannya ditanggung oleh pemerintah, terlebih adanya jalan tol yang dibangun dengan investasi melibatkan pihak swasta. Moda transportasi kereta api tergilas oleh persaingan masa kini, yang menuntut transportasi murah, massal (agar murah), cepat dan nyaman. Suatu hal yang kurang bisa dipenuhi kereta api, termasuk KA Parahyangan, apalagi dengan adanya jalan tol tadi.

Kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan angkutan darat jalan raya, turut membunuh secara pelan-pelan keberadaan angkutan kereta api ini. Besarnya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembangunan baru dan perawatan infrastruktur yang yang sudah ada menghambat kemajuan bisnis perkeretaapian di Indonesia. Jalan tol makin banyak, sementara panjang lintasan rel makin sedikit. Bisa dibayangkan, jika jalan tol yang menghubungkan Jakarta – Surabaya sudah terwujud, tidak mustahil habislah moda transportasi kereta api di pulau Jawa ini, jika pemerintah tidak melakukan terobosan segera.

Kereta api yang seharusnya merupakan angkutan massal dan cepat, sudah menjadi nomor ke-sekian dalam pilihan masyarakat yang bepergian antar daerah. Namun, selera masyarakat ini sebenarnya bisa dibentuk jika kebijakan pemerintah bisa mengarahkannya. Ingat, kereta api di masa Lebaran menjadi alat transportasi primadona, karena memang sifatnya yang bisa mengangkut orang dalam jumlah banyak dan tidak terkena kemacetan. Bagaimana menciptakan iklim agar masyarakat memilih kereta api, banyak yang harus dilakukan pemerintah dan juga PT KAI sebagai operator penyelenggara angkutan ini. Menggandeng investor pihak swasta, salah satunya. Memperbaiki dan memperbanyak jaringan lintasan kereta api, mengatur perjalanan kereta api sehingga bisa dijaga ketepatan waktu keberangkatan dan tibanya, menyediakan gerbong yang nyaman, dan lain-lain. Yang lebih penting lagi, memperbaiki pelayanan dan sikap para pegawai PT KAI di lapangan yang kurang profesional, memberantas korupsi, pungli dan segala penyimpangan yang mengakibatkan kebocoran keuangan perusahaan.

Mau kereta api kita seperti di Jepang atau Eropa? Yang trayek dan lintasannya amat banyak, perjalanannya cepat, selalu nyaman meskipun jam-jam tertentu padat penumpang, dan relatif murah. Tentunya kita, terutama penduduk kota besar sangat mau, mau, dan mau.

Kapan ya Indonesia bisa seperti itu? Entah kapan, kita baru bisa mimpi.
Air mata tangis untuk KA Parahyangan saja baru mengering.

Salam,

http://harihari-ceppi.blogspot.com
http://ceppi-prihadi.blogspot.com

No comments :

Post a Comment