Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

July 29, 2010

Lindungi Anak-anak Kita dari Tontonan TV Tidak Berkualitas!



Berapa jamkah dalam sehari anak-anak anda menonton televisi?

Tahukan anda bahwa hari Minggu tanggal 25 Juli 2010 yang baru lalu merupakan ““Hari Tanpa TV” atau “No TV Day”?
Mungkin anda tidak tahu, tapi mungkin juga tahu, terlebih anda yang sering bergaul secara online, karena gerakan yang digagas oleh Koalisi Nasional Hari Tanpa TV, yang merupakan gabungan dari berbagai LSM, institusi pendidikan serta lembaga perlindungan anak, banyak memanfaatkan jejaring sosial seperti facebook dan twitter, untuk mengkampanyekan gerakan ini.

Dasar seruan mereka adalah bahwa saat ini anak-anak adalah golongan masyarakat yang paling “rentan” dan “teraniaya” oleh bentuk dan jenis tayangan acara-acara di televisi. Berbagai program televisi, mulai dari sinetron, infotainment, reality show (yang disinyalir sebenarnya merupakan kegiatan pengerukan dana masyarakat dari biaya sms yang dikirimkan sebagai dukungan terhadap peserta) atau ajang pencarian bakat, kuis, lawak, berita kriminal, film, iklan dan lain-lain, banyak yang dibuat tanpa memikirkan dampaknya terhadap perkembangan jiwa dan perilaku anak. Banyak yang tidak layak tonton, tidak aman dan tidak sehat bagi anak-anak kita. Bahkan mungkin bisa membuat mereka terganggu masa tumbuh kembangnya karena waktunya habis di depan televisi, juga aspek psikologis yang terganggu seperti misalnya mendewasakan anak sebelum waktunya, peniruan adegan maupun bahasa yang negatif, perilaku konsumtif, gangguan perilaku seks, dan lain-lain yang merupakan dampak negatifnya. (Ada teman saya yang mengeluh karena anaknya sering minum kuah mie langsung dari mangkuk, karena terpengaruh sebuah iklan mie instan!)

Televisi memang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan kita dan anak-anak, bisa menjadi alat informasi sekaligus alat hiburan. Namun jika kita tidak bisa mengatur pola kebiasaan anak-anak kita dalam menonton televisi, dampak negatiflah yang lebih berhasil mempengaruhi anak-anak. Peran kita sebagai orang tua mutlak dituntut di sini.
Pengontrolan konsumsi menonton televisi, akan mengurangi ketergantungan anak terhadap televisi, melindungi mereka dari tayangan yang tidak sehat dan tidak aman. Juga sikap kritis kita terhadap berbagai program televisi yang tidak berkualitas dengan aktif menyampaikan kritik, saran maupun usulan kepada pihak terkait: para penyelenggara siaran televisi, para rumah produksi, para produsen komoditas komersial, biro iklan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), pemerintah dan DPR, serta pihak terkait lainnya, sangat diperlukan. Regulasi yang jelas dan tegas dari pemerintah dan DPR, mutlak diperlukan untuk membangun program siaran televisi yang mendidik, yang menjadi sumber hiburan yang sehat dan sekaligus alat penunjang belajar yang berkualitas. Dan bukan sebaliknya.

Anda pernah mengajukan komplain atau kritik kepada penyelenggara siaran televisi? Secara langsung atau lewat surat pembaca di surat kabar, atau juga lewat KPI?


Pelaksanaan Hari Tanpa TV

Entahlah, apakah gerakan Hari Tanpa TV di hari Minggu lalu ini berhasil atau tidak, saya tidak tahu persis, karena saya pribadi tidak mengikuti perkembangannya. Saya hanya membayangkan, sulit bagi kita untuk mengikuti seruan ini seratus persen, mematikan televisi di rumah anda, dari pagi hingga tengah malam. Sulit bagi sebagian besar orangtua yang memiliki anak-anak.

Satu, mungkin anak-anak anda merengek-rengek ingin menonton film kegemarannya yang di hari Minggu memang cukup banyak, mulai dari Dora Emon dan Sin Chan di stasiun “R”, Tom & Jerry dan Upin & Ipin di “T”. Lalu ada Power Rangers dan Dragon Ball di “I”, Spongebob di “G”, dan masih banyak lagi . Dua, mungkin juga anda sendiri yang gregetan ingin mendapatkan hiburan dan informasi dunia luar, apakah itu tentang situasi dan kondisi masyarakat (misalnya tentang teror ledakan gas elpiji), tentang selebritis dalam program infotainment, dan lain-lain. Ibu-ibu dan kaum perempuan pasti penasaran dengan acara Indonesian Idol di “R”, lalu ada lagi KCB2 bagian 2 di stasiun yang sama, dan sinetron-sinetron lain yang begitu menarik hati. Untuk para bapaknya, mungkin masih ingin menyaksikan berita, atau bagi anda penyuka olahraga, mungkin ingin melihat liputan sepakbola, atau penasaran dengan perkembangan balap mobil F1 yang hari itu sedang berlangsung di GP Jerman.

Dalam liputan hari Minggu di sebuah stasiun televisi mengenai kampanye gerakan ini, diperlihatkan bahwa banyak pihak yang mendukung Hari Tanpa TV ini dan berkomitmen mematikan tivinya sehari penuh di hari tersebut. Namun saat itu, kita yang menyaksikan liputan ini, tentu saja dalam kondisi menyalakan televisi! Hihihi….benar sulit bukan?

Ya sudah, mungkin kita tidak bisa mengikuti seruan gerakan tersebut. Tapi, yang terpenting bagi kita sebenarnya, bagaimana kita bisa mengontrol anak-anak agar dalam menonton televisi dengan lebih selektif, memilihkan buat mereka acara yang sehat dan mendidik bagi anak-anak, serta membatasi waktu menonton agar tidak berlebihan yang berakibat mengganggu kegiatan yang lain. Bermain dengan teman-teman mereka, belajar, shalat dan mengaji, tentunya harus diutamakan. Bisakah kita mengatur pola kebiasaan menonton televisi pada anak-anak kita?

Mari kita lindungi anak-anak kita dari tontonan televisi yang tidak berkualitas!


Kuis Cowok atau Cewek, salah satu tontonan tidak berkualitas

Salah satu acara yang masih terhitung baru adalah Kuis Cowok atau Cewek, yang disiarkan oleh sebuah stasiun televisi. Dalam program acara ini, beberapa orang laki-laki atau perempuan didandani habis-habisan (di-makeover) agar penampilan dan wajahnya berubah menjadi seorang perempuan, lalu peserta kuis diminta untuk menebak apakah mereka wanita palsu (cowok) atau wanita asli (cewek). Sebagai bumbu penarik, ditampilkan beberapa artis yang akan memberikan komentar terhadap para wanita palsu dan asli ini, sebelum peserta kuis menentukan terkaannya.

Peserta kuis menganalisis objek kuis tersebut berdasarkan fisiknya, mulai dari bentuk muka, mata, hidung, bibir, bentuk badan hingga ke bentuk kaki, untuk memutuskan apakah objek yang harus ditebaknya cowok atau cewek. Juga dalam satu sesi, diberilah kesempatan si objek untuk mengeluarkan suaranya, yang tentu saja kalau dia seorang laki-laki, akan meninggikan/menghaluskan suaranya.



Tebakan si peserta kuis bisa benar bisa salah, karena pengaruh dandanan itu bisa menyulap seorang laki-laki terlihat persis menjadi perempuan. Jika tebakannya benar, sebagaimana acara kuis-kuis yang lain, si peserta akan mendapatkan hadiah sejumlah uang yang jika salah, uang tersebut beralih menjadi jatahnya objek tebakan.

Lucu dan seru, tapi juga sangat tidak lucu dan sangat tidak seru!
Menghibur memang, tapi acara tersebut benar-benar tidak berkualitas, dan tidak mendidik. Dalam bahasa gaul sekarang, nggak penting banget nih acara!. Buat apa kita menebak jenis kelamin seseorang berdasarkan dandanannya. Tidak ada nilai tambahnya!

Jenis kuis seperti ini malah cenderung mendidik masyarakat untuk menerima penyimpangan seksual (transeksual, jenis kelamin yang menyebrang) pada sekelompok masyarakat. Bukankah fenomena banci, bencong, waria, wadam atau apalah namanya, cenderung makin banyak di masyarakat kita?. Meskipun dikatakan bahwa laki-laki yang didandani itu adalah laki-laki tulen, tetap kita tidak percaya bahwa mereka adalah laki-laki 100%. Laki-laki jenis apa yang mau didandani sedemikian rupa menjadi terlihat persis menjadi seorang wanita? Ditambah penampilan yang kemayu, apa tidak mencirikan bahwa ada unsur “wanita” dalam diri mereka?

Apa mungkin mereka semata-mata butuh honornya saja?
Ah, kalaupun itu benar, yang jelas pembuat kuis ini sangat tidak kreatif. Kuis yang nggak penting banget!
Masih banyak kuis yang menghibur, tapi masih memberikan kita tambahan wawasan, membuat kita berpikir atau mungkin juga menguji ketangkasan fisik kita.

Anda ikhlas kalau saudara laki-laki atau anak laki-laki anda berdandan bak seorang cewek cantik? Apalagi misalnya mereka sering nongkrong di Taman Lawang. Hiiy….gak mau lah!

Kita komplain ke KPI yuk! Biar acara seperti ini langsung distop saja penayangannya.

Salam,

Ceppi Prihadi
http://ceppi-prihadi.blogspot.com

July 20, 2010

Ronaldikin dan Kemiripan Wajah

Selama sebulan penuh penyelenggaraan event Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan yang sudah usai seminggu yang lalu, hingar bingar suasananya melanda pelbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia gaungnya amat sangat terasa meskipun kesebelasan Indonesia sama sekali tidak berpartisipasi dalam event tersebut. Atmosfir Piala Dunia dan sepakbola menjadi terasa di mana-mana, terlebih-lebih di layar televisi. Penayangan siaran langsung maupun tunda pertandingan demi pertandingan sepakbola di layar 2 stasiun televisi, sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat kita. (Selama sebulan itu, anda pasti menjadi kurang tidur, bukan?)

Salah satu bagian siaran televisi yang turut meramaikan perhelatan akbar tersebut adalah iklan-iklan yang bernada atau memanfaatkan momen Piala Dunia ini. Berbeda dengan siaran pertandingan sepakbola yang hanya ditayangkan oleh 2 stasiun televisi saja (yang sudah membayar mahal untuk mendapatkan hak siarnya), iklan-iklan ini ditayangkan oleh hampir seluruh stasiun televisi yang ada. Iklan-iklan ini memanfaatkan histeria masyarakat dalam menyambut event tersebut. Para pembuat iklan ini sepertinya sengaja membuat edisi khusus yang ditayangkan selama penyelenggaraan Piala Dunia ini. Mulai dari produk minuman ringan, makanan ringan, produk elektronik/telekomunikasi, susu balita, makanan suplemen, pelumas kendaraan, hingga ke alat kontrasepsi, semua turut memanfaatkan suasana kemeriahan Piala Dunia. He.he.he...segala macam ya? Meskipun, terkesan ada yang dipaksakan.

Satu produk susu balita membuat iklan dengan menampilkan para balita yang bertanding sepak bola, yang tentu saja dalam kenyataannya tidak mungkin terjadi. Apa hubungannya susu balita dengan olah raga sepakbola? Tentu saja tidak ada, apalagi pembuat iklan tidak menghubungkan produknya dengan olah raga sepak bola, misalnya dengan menyebutkan khasiat balita yang meminum susu itu akan menjadi sehat dan kuat sehingga bisa menjadi pemain sepakbola berkaliber internasional. Juga produk alat kontrasepsi yang menampilkan seorang laki-laki dan wanita yang sedang bermain bola. Apakah ada hubungannya alat kontrasepsi dengan sepakbola? Secara nakal, mungkin pemirsa bisa menghubungkan produk itu dengan kegiatan menjebol gawang lawan. (hihihi...tapi saya tidak senakal itu!)

Berhubungan atau tidak, yang penting buat mereka para produsen maupun pembuat iklan produk tersebut, iklan mereka bisa turut meramaikan suasana saat itu. Iklan, khususnya yang ditayangkan di layar televisi, memang dimanfaatkan untuk meningkatkan brand image produk mereka, agar merek produk mereka semakin melekat di benak masyarakat. Apalagi iklan yang memanfaatkan histeria masyarakat dalam menyambut penyelenggaraan Piala Dunia yang begitu disukai banyak orang, atau ada juga yang sekedar mendompleng popularitas Piala Dunia ini, diharapkan bisa membentuk brand image produk tersebut. Syukur-syukur bisa langsung meningkatkan omzet penjualan produk mereka.

Buat kita, sejauh iklan itu menghibur, kita terima saja dengan senang hati. Toh, televisi tidak akan bisa hidup tanpa adanya iklan. Kreativitas dan keisengan di dalam iklan-iklan itu sah-sah saja dilakukan oleh para produsen, selama masih dalam koridor kesopanan dan norma yang berlaku di masyarakat. Dan tentu saja, jangan melecehkan logika masyarakat. Kalau tidak, iklan itu tidak akan berumur panjang karena dicekal Komisi Penyiaran Indonesia. (Kita bisa lho, komplain tentang suatu iklan ke KPI, tinggal SMS ke 0812 130 70000)



Mirip Bintang

Salah satu iklan di layar televisi yang turut meramaikan suasana Piala Dunia itu adalah iklan produk sebuah operator layanan telekomunikasi selular, yang memakai model pemain sepakbola terkenal asal Brazil, Ronaldinho. Eh,...bukan deng, melainkan orang yang mirip pemain yang sekarang merumput di klub AC Milan tersebut. (He.he.he..kalau Ronaldinho beneran, tentunya bayarannya akan sangat mahal lah!)

Modelnya, tentu saja orang Indonesia yang kebetulan punya kemiripan wajah maupun penampilan dengan sang bintang klub AC Milan tersebut. Berdasarkan artikel di sebuah surat kabar yang pernah saya baca, orang tersebut bernama Sodikin. Asal dari Banjaran, kabupaten Bandung. Sebenarnya sudah lama wartawan memuat profil Sodikin ini, kalau tidak salah, sejak pelaksanaan Piala Dunia 2006. Namun, wajahnya mulai naik daun, ya sejak Piala Dunia tahun ini. Nasib mujur telah menghampiri diri Sodikin ini, wajahnya yang mirip dengan Ronaldinho telah membuatnya dimainkan dalam iklan bertema sepakbola, memeriahkan suasana Piala Dunia 2010, dengan memerankan seorang maestro pesebakbola dunia, Ronaldinho.

Ronaldikin
Orang Sunda yang punya kembaran orang Brazil (sumber gambar: forumgaul.com)

Jadilah Sodikin yang entah dari mana mendapat wajah mirip Ronaldinho ini, apakah dulu bapaknya Ronaldinho pernah bertualang ke Indonesia dan bertemu dengan ibunya, atau memang kebetulan Ibunya Sodikin ini bermimpi anaknya menjadi pemain sebakbola hebat, dan ternyata memang anaknya kelak berwajah mirip pesepakbola dunia, di iklan produk tersebut Sodikin bermain sepakbola secara hebat, sampai bisa terbang segala, dan puncaknya dia menyundul bola dengan bagian tubuh mautnya (maaf) giginya, yang buat sebagian orang terlihat lucu meskipun sebenarnya terlalu berlebihan.

Di bagian akhir, diperlihatkan punggung Ronaldinho palsu ini, dan ternyata nomor punggungnya adalah 80, sama dengan nomor punggung Ronaldinho di klub AC Milan. Hanya nama yang tertulis adalah ... Ronaldikin!
Ya...Ronaldikin alias Ronaldinho Sodikin.

Ha.ha.ha...benar-benar kreatif pembuat iklan ini, juga rejeki buat Sodikin!



Apakah wajah anda punya kemiripan dengan selebritis?

Dulu di sebuah stasiun televisi, ada acara yang menampilkan orang-orang biasa yang memiliki kemiripan wajah dengan selebritis. Acara yang dipandu secara kocak oleh pelawak almarhum Taufik Savalas ini benar-benar sangat menghibur, serta membuka mata kita bahwa di dunia ini terdapat banyak orang dengan kemiripan wajah. Dengan tampilnya di acara tersebut seorang selebritis, dan seseorang atau beberapa orang yang mirip dirinya, mereka telah dipertemukan dalam sebuah pentas di televisi. Sungguh geli bagi kita yang melihatnya, dan bagi selebritis yang bersangkutan, mungkin perasaan yang timbul adalah perasaan malu, tersipu dan sedikit tidak percaya, kok ada orang yang mirip dengan dirinya.

Lucunya, ternyata dalam suatu episode, ditampilkan pula orang yang mirip Taufik Savalas. Dan, memang benar-benar mirip! Subhanallah! Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak.

Dari sekian banyak orang-orang yang memiliki kemiripan wajah dengan selebritis maupun orang terkenal lain, beberapa di antaranya kejatuhan rezeki, ikut terangkat wajahnya dan ke permukaan dan masuk ke dunia entertainment. Sebut saja orang-orang yang sekarang sudah berada di dunia pentas, Aa Jimmy yang penampilan maupun gaya suaranya mirip Aa Gym, lalu Kiwil yang gaya suaranya mirip KH Zainudin MZ. Ada juga Gus Tur yang sebelumnya bernama Gus Pur, dengan gaya dan penampilan mirip Gus Dur.

aa jimmyPhotobucket
Aa Jimmy dan Aa Gym (sumber gambar: rujakmanis.com dan kapanlagi.com)

Ada juga Ivy Batutah, yang sebenarnya sudah sedikit berada di dunia entertainment namun belum terekspos, sebagai penyiar radio. Kemiripan wajah dan suaranya, sehingga disebut kembaran, dengan Rebecca Tumewu, telah mengangkat dirinya jauh ke atas dunia pentas di Indonesia.

Mereka kebagian mengecap rezeki dengan kemiripannya itu. Nah, bagaimana dengan anda? Atau orang-orang di sekitar anda? Adakah yang mirip dengan selebritis?

Kalaupun tidak kecipratan rejeki, paling tidak, anda yang dikarunia wajah mirip selebritis akan memiliki kebanggaan. Mirip artis lho! Siapa yang nggak senang?

PhotobucketPhotobucket
Teman sekerja saya dan Lou Diamond Phillips, aktor Hollywood

CP, Jul 2010