Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

December 24, 2009

Seperti Apa Film Avatar?

Penasaran dengan promosi dan ulasan tentang film Avatar, karya sutradara James Cameron, saya menyempatkan diri untuk segera menontonnya di bioskop. Bersama keluarga, apalagi karena tahu klasifikasi film itu adalah bukan untuk dewasa, saya ingin menjawab rasa penasaran itu.

input

Film yang katanya pembuatannya menghabiskan biaya sebesar 230 juta dollar AS ini menawarkan 2 versi, yaitu versi biasa (non 3D) dan versi 3D. Yang versi 3D, tentu saja memerlukan kacamata khusus untuk menontonnya. Sayangnya, buat yang kurang mengerti bahasa Inggris, kita akan kurang bisa memahami dialog dalam film ini karena tidak ada subtitle bahasa Indonesia-nya. Mungkin supaya tidak mengganggu efek tiga dimensinya! Sementara untuk bisa lebih menikmati sensasi film ini secara utuh, versi 3D-lah pilihannya. Namun, sayangnya lagi, tidak semua bioskop di sekitar kita dilengkapi teknologi yang memungkinkan diputarnya yang versi 3D ini.

Benarkah film itu benar-benar imajinatif dan dahsyat?

Kalau di film-film Holywood terdahulu (misalnya Mars Attacks, Independence Day atau Transformers, , kita penghuni bumi ini lebih sering dikunjungi oleh makhluk pendatang dari luar bumi, yang memiliki tingkat intelegensi dan peradaban jauh lebih tinggi, di film ini manusia-lah yang mengunjungi planet lain di sistem bintang yang tidak jauh dari tata surya, bernama planet Pandora.
Kali ini manusialah yang lebih unggul, karena di tahun 2154 yang sudah jelas peradaban dan teknologi jauh lebih maju dari sekarang, mereka mengunjungi planet Pandora yang dihuni bangsa Na'vi yang tergolong masih primitif, tinggal dan hidup dari hasil hutan, serta belum mengenal teknologi.

Adalah mineral unobtainium, yang sebongkah kecil saja harganya sudah jutaan dollar, yang menarik minat sebuah korporasi raksasa saat itu untuk mengirimkan misi ekplorasi dan eksploitasi ke Planet tersebut. Didukung dan dikawal oleh tentara bayaran bersenjata canggih, mereka membuka pertambangan di sana, mulai mendesak ke arah pusat tempat tinggal bangsa Na'vi.

Ada sebuah tim kecil berisikan para ilmuwan yang dibentuk, untuk bisa melakukan pendekatan terhadap makhluk asli planet Pandora itu. Tujuannya adalah agar penambangan bisa mendekat ke daerah yang kaya akan mineral tersebut, dan para penghuninya mau untuk direlokasi.

Gaya pimpinan tentara bayaran yang mengawal pertambangan tersebut mengingatkan kita akan arogansi militer semasa AS di bawah kepemimpinan George W. Bush. Bagaimana mereka menyikapi reaksi para penduduk asli terhadap desakan pertambangan ke wilayah mereka, yang menganggap bahwa itu adalah teror.
"We fight the terror with terror" begitulah ucapan kolonel Quaritch dalam pembekalan terhadap pasukannya. Dan itu adalah ucapan Bush pada masa kepresidennnya.

Tokoh sentral dalam film ini adalah Jake Sully yang diperankan oleh..sebentar..Sam Worthington sebagai mantan prajurit Marinir yang kakinya lumpuh.


December 4, 2009

Mencoba Menikmati Siaran TV Digital

Beberapa waktu yang lalu saya di rumah mencoba menginstall alat set top box yang berfungsi sebagai receiver sinyal TV digital. Dari mana set top box tersebut?
He.he.he..saya dapatkan secara gratis dari kawan baik saya. Kebetulan suaminya bekerja sebagai rekanan Depkominfo dalam proyek implementasi siaran TV digital di Indonesia. Katanya, kalau kita sengaja membeli alat itu di luaran, lumayan lah. Kita harus merogoh kocek sekitar 300-400 ribu rupiah untuk suatu uji coba yang belum tentu jadinya seperti itu. Kalau terima gratis, ya apa salahnya kita ikuti uji coba itu!

Implementasi siaran TV digital?
Bagi anda yang berlangganan siaran TV berbayar, seperti Indovision atau First Media, siaran digital pasti tidak asing, juga dengan alat set top box-nya. Namun yang saya maksud siaran TV digital di sini adalah untuk TV terestrial, yang tidak berbayar.
Iya, pemerintah melalui Depkominfo sejak tahun 2007 mencanangkan satu program peralihan siaran TV analog, yang selama ini dipakai oleh infrastruktur stasiun TV terestrial di Indonesia beserta produk televisi yang ada di masyarakat, ke bentuk siaran TV digital. Dasar dari peralihan ini adalah untuk mengikuti perkembangan teknologi pertelevisiaan yang semakin pesat, dan keuntungan adanya efisiensi kanal frekuensi dengan menggunakan siaran digital (katanya 1 kanal dapat membawa lebih dari 10 program tuh!)
Targetnya, proses peralihan ini berlangsung secara bertahap dari sekarang hingga tahun 2018 sepenuhnya infrastruktur industri siaran televisi sudah menggunakan sistem digital. (Waduh, lama juga ya! Mudah-mudahan kita masih diberi umur.)

Saat ini ada konsorsium beberapa perusahaan penyelenggara siaran TV yang tergabung dalam Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI, bukan KDRT he.he.he..) dan TVRI bersama Telkom sebagai perusahaan plat merah yang sedang menyelenggarakan percobaaan siaran TV digital. Uji coba yang katanya dimulai dari bulan Agustus lalu itu hanya bisa dicicipi oleh kita yang punya alat tadi, konverter yang mengubah sinyal digital dari pemancar siaran digital TV ke dalam bentuk analog supaya bisa dibaca oleh TV kita yang memang analog. Alat dibagikan secara cuma-cuma, hanya saya kurang tahu bagaimana mekanisme pembagiannya. (Yang jelas tidak seperti pembagian kompor dan tabung gas beberapa waktu yang lalu yang melibatkan perangkat pemerintah, kabupaten, kecamatan hingga ke RW/RT)

Percobaan siaran ini dilangsungkan terus sehingga pelaku industri yang berhubungan maupun masyarakat pengguna TV siap. Sayangnya, area yang sudah tercover siaran percobaan ini baru meliputi Jabodetabek, Alhamdulillah termasuk Cikarang ini. Rencananya, percobaan ini akan secara bertahap diperluas hingga meng-cover seluruh Indonesia (belum tahu kapan)

setopbox
Set Top Box yang dipasang (mereknya "FULAN" tuh! si Fulan he.he.he..)

Cukup dengan menancapkan jack kabel antena ke unit set top box, lalu sambungkan dengan kabel AV dari AV out alat tersebut ke input AV televisi kita, kita bisa menikmati siaran digital uji coba tadi. Sebelumnya, setting software-nya untuk mencari kanal siaran digital dari beberapa stasiun TV yang ada.

input
Tancapkan kabel AV dari set top box ke input AV televisi!

Supaya siaran TV yang lainnya, yang analog, tetap bisa dinikmati, kita bisa membuat satu lagi sambungan kabel antena dari antena out set top box ke antena in TV kita. Dengan demikian, kita tinggal memilih modus TV atau Video pada remote TV. TV untuk siaran analog dan Video untuk siaran digital yang melewati alat receiver tadi.

anteve
Gambar Anteve yang biasa agak "bersemut" pun sekarang menjadi jernih dan tajam!

Seperti yang digembar-gemborkan oleh Depkominfo, ternyata memang benar bahwa gambar pada TV yang berasal dari siaran digital jauh lebih bening dan lebih tajam, tanpa ada sedikit pun semut yang menghias layar televisi kita. Suaranya pun lebih bersih dan jernih. Menonton televisi pun menjadi lebih nyaman. Apalagi kita nikmati tanpa membayar!
Sayangnya, stasiun televisi yang bisa kita lihat (sewaktu pertama kali mencoba) baru 6 stasiun: TransTV, Trans7, Anteve, SCTV, MetroTV, dan TV One. Sayangnya lagi, kemarin saya coba, hanya ada 3 stasiun yang ada. Mana nih ujicobanya? Kok berhenti sih?
Selain itu, kok tidak ada TVRInya, katanya termasuk yang melakukan uji coba?

remote
Selain remote yang menjadi kelengkapan, dibagi juga buku tentang peraturan dan perundangan dalam bidang penyiaran (bukunya juga tebal Om! he.he.he..)

Tidak tahu siapa yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi. Tapi tetap saya berharap, perubahan sistem ini bisa berjalan dengan baik tanpa ada yang merasa dirugikan, khususnya masyarakat pemirsa televisi yang harus menyediakan alat set top box atau pun mengganti televisinya dengan televisi digital. Ditambah lagi, yang lebih penting, konten tayangan siaran TV harus lebih cerdas dan mendidik, tidak hanya sekedar menghibur!

CP, Des 2009
http://ceppi-prihadi.blogspot.com
http://harihari-ceppi.blogspot.com