Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

October 11, 2009

Canggih dan Wigati

Tahu arti kata "canggih" kan?
Pasti tahulah. Iya, arti kata tersebut menurut KBBI adalah modern, atau rumit, atau bergaya intelektual. Tapi selain itu, bisa juga berarti cerewet atau bawel. Nah, baru tahu kan arti yang terakhir ini? Kita memang jarang menggunakan kata "canggih" dalam pengertian yang terakhir.

Kata "canggih" ini memang cukup sangat populer, hingga semua lapisan masyarakat menggunakannya, baik dalam percakapan sehari-hari, maupun dalam bahasa tulisan bahkan dalam tulisan ilmiah. Ada barang elektronik baru, dibilang canggih. Ada telepon selular baru, dibilang canggih. Ada mobil baru dibilang canggih. Ada orang yang pikirannya kreatif, dibilang canggih juga. Bahkan ada penjahat yang akalnya hebat dalam mengelabui korbannya, dikatakan canggih juga.















Pesawat tempur "canggih" (sumber gambar: alutsista.blogspot.com)

Seingat saya kata yang berasal dari bahasa Indonesia lama ini baru diperkenalkan oleh Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia di pertengahan dekade 80-an, sebagai padanan kata Inggris "sophisticated". Namun, ternyata berhasil merebut perhatian para pengguna bahasa Indonesia, buktinya kita sekarang sering menggunakannya.
Bahasa memang tergantung selera penggunanya! Jadi jika ada kata baru (yang bisa saja berasal dari bahasa Indonesia lama yang didaur ulang atau dari bahasa daerah yang sudah me-nasional/kata serapan) yang diperkenalkan sesuai dengan selera pengguna, maka kata itu akan mudah untuk populer. Canggih euy! (he..he..he..)

Jika ada kata baru yang diperkenalkan ke dalam bahasa Indonesia dan akhirnya berhasil populer di masyarakat seperti canggih ini, maka ada juga kata baru yang gagal untuk menjadi populer dan akhirnya hilang dengan sendirinya. Lho, memang ada?
Adalah!
Salah satu contohnya adalah "wigati".
Hah, "wigati"! Apaan tuh?

Pasti banyak yang baru mendengar kata "wigati" ini, tetapi mungkin buat sebagian teman-teman yang bersuku Jawa ada yang pernah mendengar bahkan menggunakannya. Dulu kata "wigati" ini diperkenalkan juga ke dalam bahasa Indonesia, hampir satu waktu dengan "canggih", oleh para ahli di PPBI. Namun, gagal pada akhirnya, seperti tadi saya sampaikan. Buktinya anda, yang tidak bersuku Jawa, baru mendengar kata ini kan!

Arti "wigati" yang diperkenalkan saat itu adalah mendesak, sesuatu yang harus segera atau saat itu juga. Dalam bahasa Jawa-nya, artinya kira-kira adalah "penting" (benar kan?).
Lha, hampir sama dengan "urgent" dong dalam bahasa Inggris!? Yang mungkin lebih akrab di telinga kita! (Pelafalan yang paling umum di masyarakat adalah "arjen", yang sebenarnya dalam bahasa Inggris tidak semua huruf "u" dibaca "a", he..he..he..)
Memang! Memang kata "wigati" ini tadinya dimunculkan untuk menggantikan penggunaan kata "urgent" yang sudah banyak digunakan masyarakat. Namun, sekali lagi, sayang, gagal! Entah karena kurang proses sosialisasinya atau karena masyarakat Indonesia kurang menyukainya (baca: kurang cocok, bukan selera).
Ditambah, mungkin, karena kata tersebut terdiri dari 3 sukukata, lebih banyak daripada sukukata "arjen". Padahal, orang Indonesia kan senang yang singkat-singkat!











Arjen (sumber gambar: www.teamsters952.org)

Hingga saat ini, bila kita mencari kata ini di dalam KBBI kita tidak akan menemukannya. Yakh, mungkin karena kegagalannya itu. Para ahli bahasa harus menjadikan hal ini sebagai pelajaran berharga.


Download dan Upload

Ada lagi kata-kata bahasa Inggris yang sedang dalam proses peng-indonesia-an, diganti oleh kata baru. Saat ini kata barunya sedang dalam masa pengenalan dan pemopuleran (benar nggak ya istilah ini?). Dua di antara kata-kata tersebut adalah "download" dan "upload".
Nah, untuk anda yang biasa "online" (Ini juga, padanan bahasa Indonesia-nya apa ya? Masalahnya istilah ini terlanjur populer, ditambah lagi si Bang Saykoji menjadikannya sebagai judul sebuah lagu yang juga amat populer) tentu sangat akrab dengan istilah "download" dan "upload" ini. Saya tidak perlu menjelaskan arti kedua istilah itu, namun saya dan tentu saja kita semua perlu mempertanyakan apakah kata baru padanannya yang disiapkan, nantinya akan populer seperti canggih ataukah akan mengalami kegagalan seperti wigati.

"Download" sering diplesetkan menjadi "donlot" biar lebih mudah pengucapannya, dan kadang-kadang diistilahkan juga dengan "sedot" (ini mah bahasa anak muda), cuma kok kedengarannya nggak enak ya!

"Unduh" adalah kata baru yang dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai padanan untuk "download", sementara untuk "upload"-nya dipadankanlah dengan kata "unggah". Kedua kata tersebut, "unduh" dan "unggah", yang terdengar asing (maksudnya "daerah banget!"), katanya berasal dari bahasa Jawa. Secara penggunaan, meskipun belum begitu populer, sudah mulai banyak dipakai, khususnya di dunia maya. Coba saja masuk ke Google Translate, di sana anda bisa men-translate kedua kata tersebut ke dalam bahasa Inggris maupun sebaliknya.

Sementara secara resmi, baik "unduh" maupun "unggah" belum masuk ke dalam KBBI dalam arti padanan tersebut. Kata-katanya sendiri sudah ada di dalam KBBI, namun untuk arti lain. Artinya, jika para pengurus PPBI melihat perkembangan cukup baik dari sosialisasi kedua kata itu sebagai padanan "download" dan "upload", hingga populer dan dipakai secara luas di masyarakat, tidak tertutup kemungkinan keduanya dalam pengertian itu akan masuk pula ke dalam KBBI.

Anda sering men-download lagu-lagu MP3?
Atau, anda sering mengunduh lagu-lagu MP3?
..hehehe..terdengar asing, tapi lama-kelamaan biasa juga.

(CP, Okt 2009)

Apa hubungannya POLRI dengan BRI?

Apa hubungannya POLRI dengan BRI?

Yang satu adalah institusi negara yang mengurusi masalah keamanan sementara yang lainnya sebuah bank milik pemerintah.

Nggak berhubungan dong?

Ada sih, hubungan persamaan!
Dua-duanya berakhiran "RI", meskipun yang satu berasal dari kata "Republik Indonesia" sementara yang satunya lagi dari "Rakyat Indonesia" .. he..he..he...

Itu saja?

Nggak dong!
Ada persamaan yang lain, yaitu...kedua-duanya punya pasukan khusus!

Lho?

Iya, kalau POLRI mereka memiliki detasemen khusus antiteror "Densus 88" (Dari mana angka 88 ini coba? Yang jelas ini bukan tahun kelahiran detasemen ini, apalagi nomor trayek angkot yang melewati markas mereka).

Kalau BRI?

BRI juga punya. Mereka punya pasukan khusus, yang namanya Pasukan Untung Beliung Britama. Lihat saja di televisi beberapa hari ini. Sering ditayangkan kejadian satu pasukan berseragam ala pasukan anti teror, lengkap dengan senjata otomatis dan helm, google serta rompi tahan peluru yang semuanya serba hitam. Hanya mereka tugasnya bukan memburu para teroris seperti yang dilakukan oleh Densus 88, melainkan mencari nasabah mereka yang berhak atas hadiah sejumlah mobil keren dan mahal!

Cukup menghebohkan, karena kehadiran pasukan itu di televisi didahului preview dari tayangan lengkap iklan itu beberapa saat sebelumnya, yang menimbulkan rasa penasaran pemirsa televisi yang sebagian besar menyangka ada film baru. Benar-benar iklan yang kreatif, dengan cerdas memanfaatkan momen kejadian penangkapan dan penembakan mati Noordin M Top, buron teroris nomor wahid Indonesia! Memang sejak populernya nama Densus 88, citra pasukan antiteror cukup kuat dalam pikiran masyarakat kita, ditambah lagi keberhasilan terakhir mereka memburu NMT telah melambungkan citra dan peranan mereka. Lihat saja, penampilan yang benar-benar gagah dan sangar dengan pakaian serta perlengkapan khusus (sebenarnya sudah lama kita dicekoki penggambaran oleh banyak film Holywood akan kehebatan pasukan counter terrorist, punya Amerika tentunya), telah merampas sebagian perhatian kita dan menimbulkan rasa kagum akan kesigapan dan sepak terjang mereka. (Meskipun kejadian di Temanggung sangat menggelikan, terlalu berlebihan menangkap 1 orang teroris dengan mengerahkan ratusan anggota pasukan).















Citra Densus 88 tampil di sini. (sumber gambar: indonesiaindonesia.com)

Agen pembuat iklan itu menangkap ide menampilkan citra pasukan khusus tersebut, meskipun bukan untuk memburu teroris, melainkan memburu nasabah pemenang hadiah undian bank. Disertai dengan special effect yang menggambarkan seakan-akan penggerebekan sarang teroris beneran, lengkap dengan peragaan terjun dengan tali dari helikopter (istilah kerennya nih helly rapelling) dan tampilnya puluhan mobil serba hitam yang berkesan mobil pasukan anti terror.

He..he..he..kita sempat tertipu! Kreativitas yang patut diacungi jempol, meskipun bisa saja ada yang menganggap itu menurunkan wibawa pasukan anti teror.

Bagussss! (seperti kata Pak Tino Sidin almarhum)



Bank BTN dan Antri

Hari Rabu yang lalu saya pergi ke Bank BTN, yang berlokasi di Ruko Tol (nama resmi pertokoannya apa ya? Yang jelas di kompleks ruko yang berada di pojok belokan dari dan menuju gerbang tol Cikarang Barat), untuk mengurusi suatu keperluan. Tiba di situ, sempat putar-putar dulu mencari lahan parkir kosong, saat berjalan dari arah area parkir, dari jauh saya sudah melihat deretan sepeda motor berbaris parkir di depan bank itu, lalu terlihat juga beberapa bangku kayu. ”Ini pasti buat duduk orang-orang yang antri! Cocok deh...di depan bank ada banku...eh bangku!” pikir saya. Saya memang baru pertama kali datang ke tempat itu, setelah beberapa tahun yang lalu sering ke BTN sewaktu lokasi banknya masih ada di Ruko Kuning, untuk menyetor cicilan rumah. Sebelum ke situ, saya memang salah datang ke Ruko Kuning mencari-cari Bank ini namun tidak ditemukan!

Begitu masuk pintu bank, langsung saya mendapat sambutan berupa pertanyaan yang diajukan secara sopan oleh seorang petugas security yang sekaligus bertugas sebagai doorman (bukan doberman ya!). Saya jelaskan keperluan saya, dan petugas security itu meminta saya agar mendatangi Customer Service-nya, yang jelas terlihat ada di 2 meja dengan masing-masing seorang staf. Eh, kok ada ruangan aquarium, alias ruangan tertutup dinding kaca yang di dalamnya terdapat meja dan juga satu set sofa. Pasti itu ruang customer service VIP, yang digunakan untuk menerima nasabah VIP. Ruangan yang berada di pojok depan ini memiliki fasilitas AC tersendiri dan terlihat sepintas, staf CS-nya lebih cantik daripada staff yang di luar, he..he..he...Wajar lah, mereka menghadapi nasabah yang duitnya banyak! Layanan prima untuk nasabah prima, begitu prinsip yang dipegang sebagian besar bank. Wah, sayang, saya cuma nasabah biasa-biasa saja, bukan nasabah VIP.

Saya berjalan menuju ke arah meja CS di dekat tangga yang saat itu sang staf sedang meladeni seorang nasabah. Saya duduk di deretan kursi di sekitar CS itu. Menunggu beberapa menit, saya baru menyadari bahwa antrian ke CS itu harus menggunakan kupon antrian. “Wah, ambil dari mana nih?” tanya saya dalam hati. Akhirnya saya kembali lagi kepada sang doberman...eh doorman bapak security di dekat pintu.

"Oh, iya. Bapak harus menggunakan nomor antrian!" Pak security itu menjelaskan sambil mengambil secarik tiket antrian dan menyerahkan kepada saya.

"Yeee...kenapa nggak tadi ngasih taunya!” gerutu saya dalam hati. Tapi saya menyetujui sistem antrian dengan tiket ini, bahkan saya mau semua bank menerapkan sistem seperti ini. Meskipun tiketnya masih pakai sistem manual, tetap jauh lebih baik daripada antri tidak bernomor. Kita tinggal duduk, menunggu nomor antrian kita dipanggil, sudah deh..langsung berhadapan dengan petugas yang kita tuju. Tidak usah antri berbaris panjang seperti gerbong kereta pada saat musim mudik, apalagi bergerombol di depan loket seperti di tempat-tempat layanan lain.

Akhirnya kembali lagi ke tempat duduk tadi, dengan tiket antrian berangka yang menunjukkan bahwa saya harus menunggu sekitar 7 orang. Wah, bisa cepat nggak ya?

Selama menunggu saya mengamati sekitar. Di tempat baru ini BTN berubah menjadi lebih mewah, lebih bersih dan lebih teratur. Antrian setoran dan tarikan menuju teller memang cukup panjang, sampai dibelok-belokkan. Seperti di Dufan aja nih, tapi tidak sepanjang, dan belokannya tidak sebanyak di sana he..he..he...

Saya juga bisa merasakan sikap karyawan, seperti dibuktikan oleh security tadi, yang jauh lebih sopan dibandingkan dulu-dulu. Yakh..memang kalau mau nasabahnya banyak, harus seperti ini. Berilah pelayanan sebaik-baiknya kepada nasabah/pelanggan. Biarpun bank ini milik pemerintah, tetap harus dikelola secara profesional!

Perhatian saya beralih ke CS yang baru kembali dari ke ruangan dalam, keluar membawa selembar uang biru, menghampiri dan berbicara kepada nasabah yang sedang dilayani. Oh, rupanya si Ibu CS ini mengembalikan selembar uang yang cacat, terlihat seperti bekas kena rokok. Minta ditukar dengan yang uang yang tidak cacat.

Wah, bank ini tidak mau menerima uang cacat!

Bagaimana kalau kita punya uang cacat ya? Nggak bisa disetor ke bank dong!

Tapi setahu saya bisa, cuma harus ke Bank Indonesia. Konon katanya!

(Saya jadi teringat sebuah film di televisi tentang kisah hidup selembar uang satu dollar kertas, dimulai sejak keluar dari percetakan federal, peruri-nya Amerika, karena ditarik seorang nasabah. Berikutnya, uang itu berpindah dari satu tangan ke tangan lain, hingga berkali-kali. Sampai di tangan seseorang ada kejadian yang menyebabkan uang itu robek menyisakan hanya sedikit lebih dari separuhnya, sekitar 60% saja ukuran uang itu. Kemudian uang itu terjatuh/sengaja dibuang oleh pemiliknya hingga ditemukan oleh seorang tunawisma (homeless kata mereka) yang menukarkannya ke bank agar dia bisa membeli makanan. Dan ternyata uang itu diterima oleh pihak Bank!
Di film itu memang dijelaskan bahwa bank tersebut masih bisa menerima uang kertas yang cacat, dengan catatan, ukurannya lebih dari 50 %.
Oooh…begitu ya! Sepertinya memang aturan itu di AS berlaku nyata tidak hanya di film itu saja. Namun mungkin hanya bank-bank tertentu saja yang mau menerimanya.)

Di depan saya terlihat 2 orang karyawan bank sedang bekerja memisah-misahkan kertas struk, selembar demi selembar. Kok kerjanya di kursi buat nasabah menunggu sih? Nasabah bisa nggak dapat kursi dong!. Sambil memperhatikan mereka, saya merasa sudah lama sekali menunggu kedua CS itu melayani nasabah. Ada nasabah yang dilayani sampai hampir setengah jam! Ngapain aja ya? Bikin saya penasaran.

Setelah nasabah yang setengah jam itu selesai, eeh..CS yang Ibu-ibu itu bangkit dari kursinya lalu berjalan ke arah depan meja, dan kemudian....memutar papan segitiga yang setelah dibalik tertera tulisan “ISTIRAHAT”!

Wadoouuw...kok malah istirahat sih! Yang menunggu lagi banyak-banyaknya.

Berarti CS-nya tinggal satu dong, makin lama saja nih!

Akhirnya setelah sekian lama berada di dalam bank itu (sekitar 1,5 sampai 2 jam) akhirnya saya kebagian juga dapat layanan si Ibu. Aaah..cukup lama ya. Harusnya pelayanan seperti ini bisa dipercepat! Caranya?
Ya, dicarilah cara agar pelayanan bisa lebih cepat, misalnya staf CS-nya ditambah.

Waktu giliran saya, paling memakan waktu sekitar 10 menit. Jadi saya harus menunggu sekitar 100 menitan untuk mendapatkan 10 menit. Yakh..memang kita harus sabar!

Secara umum, Bank BTN ini khususnya yang saya datangi sudah berhasil mengubah sistem dan style pelayanannya (dibandingkan dulu), meskipun tetap ada beberapa aspek yang harus diperbaiki. Salah satunya adalah masalah antrian!

Sebagai bank yang menangani KPR terbesar di Indonesia, sudah pasti BTN tidak akan kekurangan nasabah. Dan itu sudah menjadi jaminan bahwa investasi (karena sejumlah dana harus dikeluarkan, misalnya untuk memberikan training ke karyawan, memperbaiki struktur jaringan komputer bank, memilih lokasi strategis, dll) untuk menciptakan sistem kerja yang profesional dan memuaskan nasabah pasti akan kembali. Dan bukan tidak mungkin, nasabahnya akan bertambah banyak, mengingat masyarakat Indonesia masih lebih percaya kepada bank pemerintah, dan juga masih banyak yang belum punya rumah!















Suasana antrian di sebuah bank (sumber gambar http://sevilla99.files.wordpress.com, mohon maaf & terima kasih)

Kalau antrinya tertib dan teratur , biar lama menunggu saya rela. Seperti di bank-bank ini!
Masalahnya, antri ini masih belum menjadi budaya kita, di kehidupan sehari-hari. Mau bukti? Lihat tuh di jalan-jalan.

He..he..he..



Q, please! (artinya “Antri Dong!”)

CP, Okt 2009